GELORA.CO - Surat edaran Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir yang mempersilakan para direksi merekrut lima staf bergaji masing-masing Rp 50 juta dinilai sebagai kebijakan membuang-buang uang.
Sebab saat ini kondisi perekonomian Inodnesia tengah terpuruk, di mana pertumbuhan ekonomi berada di minus 5,23 persen, ditambah utang luar negeri yang tembus Rp 6 triliun. Belum lagi kerugian BUMN seperti yang dialami PT Pertamina mencapai Rp 11 triliun.
“Jadi perlu open minded, jangan menambah beban,” kata Direktur Eksekutif Political and Public Policy, Jerry Massie kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (7/9).
Jerry menyarankan, seharusnya Menteri Erick membuat program pembenahan seperti riset di BUMN atau pun jurnal setiap direksi dan komisaris, dibanding kebijakan yang hanya membuang-buang uang negara.
“Namun yang terpenting, Erick mendorong BUMN agar tak rugi seperti Pertamina rugi Rp 11 triliun,” tegas Jerry.
Di sisi lain, ia khawatir kebebasan direksi yang bisa mengambil maksimal lima staf ahli nantinya hanya akan diisi oleh orang-orang tak berpengalaman. Ujungnya, BUMN akan merugi.
"Ini berpotensi (membuat) BUMN bangkrut,” tekan Jerry.
Menteri BUMN, Erick Thohir memperbolehkan para direksi perusahaan plat merah untuk merekrut lima orang staf ahli. Kebijakan tersebut tertuang di dalam Surat Edaran (SE) 9/2020 tentang Staf Ahli Bagi Direksi BUMN yang ditandatangani Erick pada 3 Agustus 2020.
Dalam SE tersebut, dijelaskan bahwa dalam rangka mendukung tugas direksi BUMN, diperlukan staf ahli untuk memberikan masukan dan pertimbangan terhadap permasalahan di perusahaan. Staf ahli direksi BUMN nantinya dipekerjakan sesuai sistem kontrak dan digaji hingga puluhan juta rupiah.
"Penghasilan yang diterima staf ahli berupa honorarium yang ditetapkan oleh direksi dengan memperhatikan kemampuan perusahaan, dan dibatasi sebesar-besarya Rp 50.000.000 per bulan serta tidak diperkenankan menerima penghasilan lain selain honorarium tersebut," tertulis di SE tersebut. []