GELORA.CO - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat sejumlah kelompok yang menjadi korban peretasan karena mengkritik kebijakan pemerintah. Namun, seringkali peretasan itu kemudian dihajar oleh influencer ataupun buzzer agar kasusnya tidak tersebar luas.
Direktur YLBHI Asfinawati mengatakan korban-korban peretasan itu biasanya berasal dari buruh atau serikat buruh, mahasiswa dan atau akun organisasi mahasiswa, akun organisasi non pemerintah hingga akun pribadi.
Mereka kerap menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat.
"Setidak-tidaknya dalam catatan YLBHI mereka menjadi korban setelah melakukan kritik terhadap penanganan Covid-19 dan atau Omnibus Law Cipta Kerja. Tentu saja ada hal-hal lain lagi tapi dua ini yang cukup menonjol," kata Asfinawati dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (2/9/2020).
Seiring seringnya peretasan yang terjadi, YLBHI pun melihat pola yang terjadi setelahnya. Biasanya, peretasan itu disangkal di media sosial.
Pelakunya ialah influencer dan atau buzzer. Mereka akan menyerang korban peretasan untuk meredamkan isunya.
Pola pertama, para influencer dan atau buzzer itu akan mengatakan kalau tidak ada peretasan tetapi hanya masalah teknologi yang salah muncul akibat kesalahan dari pemilik akun.
Sedangkan pola kedua ialah justru menyerang pemilik akun tersebut seolah tidak menjaga keamanan untuk akunnya sendiri.
"Kalau tidak menyangkal, maka pola kedua adalah pengecilan peristiwa. Jadi ini kesalahan pemilik akun ini karena lemahnya pengamanan digital pemilik akun dan lain-lain," pungkasnya.
"Tapi poinnya bahwa kita kejar, menjaga supaya di posisi BOR-nya di 60 persen atau di bawah 60 persen," pungkasnya. []