GELORA.CO - Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan ikut berkomentar soal kekesalan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok terhadap Perum Peruri. Dalam video yang diunggah akun YouTube POIN, Ahok menyebut Peruri meminta Rp 500 miliar untuk proyek digitaliasi.
Dalam tulisannya berjudul 'Peruri Rp 500 Miliar' yang diunggah melalui websitenya disway.id, Dahlan mulanya bercerita mengenai kesannya terhadap pernyataan Ahok dalam video tersebut.
"Tiba-tiba Peruri diserang BTP. Videonya beredar luas. Itu karena Peruri minta uang ke Pertamina sampai Rp 500 miliar. Kesannya, Pertamina dalam keadaan sulit karena semua pihak mengganggu Pertamina: kementerian BUMN, kementerian lain, sistem jabatan-gaji Pertamina sendiri dan itu tadi: perusahaan BUMN lain seperti perusahaan Percetakan Uang Negara Republik Indonesia, Peruri," tulisnya seperti dikutip detikcom, Kamis (17/9/2020).
Mulanya, Dahlan tak memahami hubungan Peruri yang meminta uang ke Pertamina. Dari nada Ahok yang tinggi, muncul kesan Peruri memeras Pertamina.
"Tapi kok disebut di video itu bahwa Rp 500 miliar tersebut terkait dengan program paperless di Pertamina. Paperless -tanpa kertas? Apanya yang tanpa kertas? Dokumen tanpa kertas atau transaksi tanpa kertas? Ada transaksi apa antara Pertamina dan Peruri?" ujar Dahlan.
Tulisan Dahlan pun melebar hingga masalah pembubaran Kementerian BUMN. Namun, setelah itu ia kembali menyoroti masalah paperless yang diminta Pertamina.
Ia pun teringat, anak usaha Peruri memegang izin digital security. Siapa saja yang ingin mengamankan digital code-nya, harus berhubungan dengan Peruri.
Sementara, di era pandemi semua orang harus bekerja dari rumah. Padahal, perusahaan seperti Pertamina harus tetap jalan. Perusahaan tidak bisa jalan jika tidak ada yang tanda tangan. Maka itu, dibicarakanlah tanda tangan agar bisa diganti dengan tanda tangan digital supaya sah.
"Itu berarti harus ada lembaga yang melegalisasinya. Atau yang umum dikenal dengan istilah otentifikasi," katanya.
Menurut Dahlan, Peruri memiliki software otentifikasi itu sekaligus memiliki izin sebagai lembaga yang memegang digital security. Dalam otentifikasi itu Peruri memberikan password kepada setiap pejabat yang terkait dengan tanda tangan itu.
"Tentu hak Peruri untuk menawarkan berapa miliar pun. Pinter-pinternya Peruri berbisnis. Yang penting tidak memaksa. Dan tidak ada hak bagi Peruri untuk memaksa Pertamina," terangnya.
Selanjutnya, semua terserah Pertamina apakah menerima tawaran, menawar atau bahkan menolak. Peruri juga memiliki hak untuk meminta harga tinggi. Sebab, hanya Peruri yang mendapat izin atau lebih tepatnya di anak usaha. Sedangkan, Peruri sebagai induk memiliki izin untuk security printing. Menurut Dahlan, hal ini hanya transaksi bisnis biasa.
"Berarti ini transaksi bisnis biasa. Hanya saja karena Peruri adalah satu-satunya pemilik izin digital security mungkin menaruh harga yang tinggi. Tentu Pertamina bisa menawar. Atau menolak penawaran itu. Biasa saja. Bisnis biasa," terangnya.
Dahlan menambahkan, ada jalan lain supaya tidak heboh. Dia bilang, Ahok membisiki Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) agar mengatur ulang perizinan digital security.
Kemudian, ada cara lain yang lebih murah bahkan gratis yakni menggunakan aplikasi tanda tangan digital di handphone.
"Atau Pertamina bisa cari cara yang lebih murah. Bahkan gratis. Kan sudah ada aplikasi tanda tangan digital di HP. Banyak pilihan. Bisa DocuSign. Bisa juga SignEasy. Tapi baik juga heboh-heboh. Banyak juga yang senang heboh," tutup Dahlan.(dtk)