GELORA.CO - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyatakan buruknya penegakan hukum di daerah dan nasional.
Hal itu diungkap Novel terkait potensi politik uang pada kepala daerah atau pun jelang Pemilihan Kepala Daerah.
Menurutnya, pemerintahan saat ini tak memprioritaskan penegakan hukum, sehingga merusak tatanan penegakan hukum di daerah dan nasional.
"Penegakan hukum bahkan bisa diatur. Mohon maaf, oleh cukong, kelompok oligarki. Jadi suatu kasus yang nyata, bisa diputar sedemikian balik," kata Novel dalam sebuah webinar, Sabtu (5/9).
Lebih lanjut, Novel menyebut penegakan hukum yang buruk berpotensi membuat permainan uang dalam politik menjadi tinggi. "(Penegakan hukum) luluh lantak. Saya enggak ingin bicara pesimisme dan inginnya optimisme. Tapi ini faktanya," tuturnya.
Bahkan, katanya, tak sedikit penegakan hukum yang menjual perkara dan berbuat curang sehingga tak heran jika banyak penegak hukum yang memiliki harta luar biasa.
"Justru korupsi yang banyak di penegakan hukum dengan menjual perkara dan menggadaikan kewenangan," beber Novel.
Novel sendiri merupakan korban penyiraman air keras beberapa waktu lalu. Dalam sidang Juli lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis terhadap terdakwa kasus penyiraman air keras tersebut.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa tersebut selama 2 tahun," kata Ketua Majelis Hakim Djuyamto membacakan amar putusan saat itu.
Namun, Novel sebelumnya mengatakan vonis terhadap dua terdakwa penyiraman air keras, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, semakin mengkonfirmasi bahwa peradilan dipersiapkan untuk gagal untuk mengungkap aktor sebenarnya di balik peristiwa tersebut.
Kejanggalan itu menurut Novel, antara lain tidak dihadirkannya tiga saksi penting ke muka persidangan, hingga absennya gelas atau botol yang menjadi medium penyerangan. (*)