GELORA.CO - Perhelatan Pilkada Serentak di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota sudah memasuki tahapan pendaftaran kandidat.
Sebelum menyalurkan hak pilih pada 9 Desember mendatang, MAjelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan masyarakat untuk memilih pemimpin yang bermoral.
“Yang menentukan mereka jadi pemimpin adalah kita. Masyarakat harus didorong memilih pemimpin, kalau umat Islam, ya sesuai dengan pedoman Al Quran dan sunnah. Dari segi kapasitas, dari kepribadiannya, moralnya,” ujar Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF kepada wartawan, Minggu (6/9).
Seruan Hasanuddin selaras dengan Peraturan KPU RI 1/2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan KPU 3/2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota.
Dalam pasal 4 ayat 1 huruf j disebutkan bahwa WNI dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota dengan memenuhi persyaratan tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Di antara, perbuatan tercela yaitu berjudi, mabuk, terlibat kasus korupsi, narkoba dan berzina. Isu moral itu pun sempat mengganjal sejumlah calon kepala daerah dalam perhelatan Pilkada.
Pada Pilkada 2018, Azwar Anas yang kala itu hendak maju sebagai cagub Jawa Timur terpaksa mengembalikan mandat sebagai calon wakil gubernur ke PDIP untuk berpasangan dengan calon gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf, dari PKB. Pengunduran diri Azwar Anas itu terjadi setelah beredarnya foto mesum yang mirip dia.
Skandal serupa juga pernah menimpa, bupati dan wakil bupati Pekalongan Siti Qomariyah dan Wahyudi Pontjo Nugroho yang tersandung kasus foto mesum. Foto syur mirip keduanya beredar lewat jejaring sosial. Namun, keduanya membantah.
Selain itu, ada sejumlah calon kepala daerah yang berstatus tersangka seperti calon wakil bupati OKU Johan Anuar dan calon kepala daerah yang diduga terlibat kasus korupsi meski belum berstatus tersangka.
Jelang pilkada 2020 isu skandal video dan korupsi juga mencuat di daerah Jawa Timur.
Agar kejadian serupa tak terulang, dikatakan Hasanuddin, MUI mendorong KPU tak mudah meloloskan para bakal calon kepala daerah. Selain kelengkapan administratif, prinsip moral harus dikedepankan karena menyangkut integritas calon pemimpin.
Apalagi aturan tentang moral sudah termaktub dalam peraturan KPU tentang syarat calon kepala daerah. Publik pun harus menjalankan fungsi kontrol dengan pro aktif melapor ke KPU rekam jejak tak beres para kandidat.
“Cuma masalahnya KPU itu kan terikat dengan aturan-aturan yang berlaku di negara Pancasila ini kan seperti apa. Apakah termasuk kalau ada bukti misalnya atau laporan masyarakat,” katanya.
Ihwal pedoman memilih calon kepala daerah agar tak salah pilih, Hasanuddin menjelaskan, agama telah memberi petunjuk jelas. Seorang pemimpin dalam Islam disyaratkan figur yang al qawiyyu (kuat) dan al amin (amanah).
“Dia kuat dan amanah. Kuat dari sisi apa? Ya kuat dari sisi segi mental fisik, segala macamnya dan juga yang penting amanahnya itu. Amanah itu kan menyangkut moral. Salah satu prinsip utama amanah itu adalah moral,” pungkasnya. (Rmol)