Mereka yang Minta Pilkada Ditunda karena Corona

Mereka yang Minta Pilkada Ditunda karena Corona

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Sejumlah pihak meminta kontestasi Pilkada Serentak 2020 agar ditunda karena masih dalam kondisi pandemi virus Corona (COVID-19). Desakan itu datang dari mantan wakil presiden, kepala daerah hingga anggota senator.
Pilkada Serentak 2020 itu rencananya akan dilaksanakan pada Desember mendatang. Padahal, belakangan ini kasus positif Corona di Indonesia terus meningkat.

Dari data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dibagikan tim BNPB, total kumulatif kasus Corona di RI hingga Sabtu (19/9) ada 240.687 kasus positif Corona. Kemudian total pasien sembuh 174.350 orang dan pasien meninggal dunia ada 9.448 orang.

Karena itu, desakan agar penyelenggaraan Pilkada 2020 ditunda terus bermunculan. Sebab, penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi Corona dianggap membahayakan keselamatan dan kesehatan masyarakat.

Lalu siapa saja yang meminta agar Pilkada 2020 ditunda?


1. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla

Jusuf Kalla (JK) mengimbau agar KPU membuat aturan ketat terkait mekanisme pengumpulan massa di tengah pandemi Corona. Aturan itu diperuntukan untuk membatasi pengumpulan massa.

"Saya kira KPU harus membikin syarat-syarat berkumpul atau apa. Kalau terjadi pelanggaran syarat-syarat, katakanlah kampanye hanya 50 (orang), tapi terjadi 200 (orang). Kalau terjadi kecenderungan itu, ya lebih baik dipertimbangkan kembali waktunya," kata JK di sela-sela acara donor darah di gedung BPMJ Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (19/9).

JK meminta keselamatan dan kesehatan masyarakat lebih diutamakan pada kondisi saat ini. JK, yang juga Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), mengimbau agar Pilkada Serentak ditunda dulu hingga vaksin virus Corona ditemukan.

"Kalau memang sulit dan ternyata susah untuk mencegah perkumpulan orang hanya 50 sesuai aturan yang dikeluarkan oleh masing-masing gubernur, lebih manfaat ke masyarakat itu bisa ditunda pilkada," ujar JK.

"Saya sarankan ditunda dulu sampai beberapa bulan sampai vaksin ditemukan dan vaksin ditemukan nanti langsung menurun itu (penyebaran virus Corona)," sambungnya.

2. Gubernur Banten Wahidin

Gubernur Banten Wahidin mengusulkan penundaan Pilkada 2020 jika kasus Corona terus meningkat sepanjang September sampai Oktober. Sebab, menurutnya, Pilkada berpotensi ada pengerahan dan mobilisasi massa. Belum lagi jika tidak menggunakan protokol kesehatan jika massa yang kampanye termasuk ke TPS.

"Kalau saya mengusulkan, dipertimbangkan kalau kondisi September masih begini, Oktober dipertimbangkan (Pilkada) untuk ditunda," kata Wahidin kepada detikcom.

Menurut Wahidin, memang perlu mencari cara agar proses berdemokrasi tetap berjalan. Harus dipikirkan bagaimana kasus penyebaran virus yang semakin tinggi ini jadi pertimbangan untuk memutuskan hal-hal tertentu.

"Aktivitas Pilkada itu bukan hanya gerakan moral tapi mobilisasi secara fisik. Calon juga harus mengunjungi pemilihnya, komunikasi, pemilih datang sendiri atau ramai-ramai, sangat memerlukan keramaian kerumunan. Apalagi kalau COVID datang ke TPS, repot," ujarnya.

3. Komite I DPD RI

Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) meminta agar Pilkada 2020 ditunda. Alasannya, Komite I DPD RI khawatir atas kasus virus Corona (COVID-19) yang masih terus meningkat di Indonesia.

Wakil Ketua Komite I DPD RI Ir H Djafar Alkatiri mengaku permintaan penundaan itu merupakan keputusan bersama melalui keputusan Komite l dan juga disepakati di Sidang Paripurna. Komite I, kata Djafar, tidak ingin Pilkada jadi penyebab munculnya klaster baru di Indonesia.

"Artinya bahwa ini juga melibatkan 105 juta pemilih, sehingga kekhawatiran kita akan timbul klaster baru, karena setiap TPS 500 orang pemilih," ujar senator DPD RI asal Sulawesi Utara itu, Senin (14/9).

Sejumlah pertimbangan menjadi dasar pemintaan penundaan Pilkada 2020. Pertama, terkait persoalan undang-undang mengenai tahapan Pilkada di Indonesia dinilai belum 'ramah' COVID-19.

Selain itu, permintaan penundaan Pilkada 2020 juga itu didasari hasil survei dari berbagai lembaga survei di Indonesia. Berdasarkan hasil survei, lebih dari 70 persen responden meminta Pilkada 2020 ditunda.

"Kemudian ini kan sudah epidemi global COVID-19, nah yang berikut adalah tentu WHO juga sudah menyatakan ini sudah epidemi global, sehingga memang harus ada penanganan khusus. UU Pilkada itu mengatakan bahwa apabila di daerah itu ada wabah atau musibah non-alami, maka pilkada itu bisa ditunda pada waktu berikutnya, artinya bahwa UU ini kita pakai dengan landasan bahwa hari ini COVID-19 semakin meningkat di Indonesia, dan karena merupakan epidemi global, ya Indonesia harus mengikuti," paparnya.

4. Komnas HAM

Komnas HAM merekomendasikan agar Pilkada 2020 ditunda. Komnas HAM menilai ancaman penularan virus Corona saat Pilkada berpotensi terjadinya pelanggaran hak orang lain.

"Dengan belum terkendalinya penyebaran COVID-19 bahkan jauh dari kata berakhir saat ini maka Penundaan Tahapan Pilkada memiliki landasan yuridis yang kuat, selain itu bila tetap dilaksanakan tahapan selanjutnya, dikhawatirkan akan semakin tidak terkendalinya penyebaran COVID-19 semakin nyata, dari segi hak asasi manusia hal ini berpotensi terlanggarnya hak-hak antara lain," kata Tim Pemantau Pilkada 2020 Komnas HAM, Hairansyah dalam keterangan, Jumat (11/9/2020).

Komnas HAM mengatakan berdasarkan data nasional, penularan virus Corona masih terus terjadi. Mereka menilai tahapan pilkada berpotensi menjadi tempat penularan Corona.

"Selanjutnya memasuki tahapan yang paling krusial yaitu penetapan calon yang diikuti deklarasi calon Pilkada damai, masa kampanye, pemungutan dan penghitungan suara dan penetapan calon terpilih yang akan melibatkan massa yang banyak, sedangkan pada sisi lain kondisi penyebaran COVID-19 belum dapat dikendalikan dan mengalami trend yang terus meningkat terutama di hampir semua wilayah penyelenggara Pilkada," kata Hairansyah.

5. Pakar Pemilu UGM

Pakar Pemilu Universitas Gadjah Mada (UGM), Abdul Gaffar Karim sepakat dengan usulan agar Pilkada 2020 ditunda. Ia menilai banyak kalangan dari civil society menilai tidak ada urgensi Pilkada digelar tahun ini.

"Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Ketua MPR dan Komnas HAM itu masuk akal, karena konsentrasi saat ini kan kesehatan," kata Abdul Gaffar saat dihubungi detikcom, Senin (14/9/2020).

"Apalagi sejak awal kita sudah menyarankan agar Pilkada itu ditunda minimal setahun jadi September 2021 atau paling cepat Juni 2021 agar COVID-19 itu jelas dulu," terangnya.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita