Melihat Sederet Manuver Poyuono yang Terpental dari Waketum Gerindra

Melihat Sederet Manuver Poyuono yang Terpental dari Waketum Gerindra

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Arief Poyuono kini telah terpental dari posisi waketum Gerindra usai kepengurusan partai periode 2020-2025 diumumkan. Selama duduk di posisi waketum, Poyuono kerap melontarkan pernyataan kontroversial.
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani mengumumkan susunan kepengurusan partai pimpinan Ketum Prabowo Subianto itu untuk periode 2020-2025. Nama Habiburokhman masuk jajaran wakil ketua umum, sementara Arief Poyuono terpental dari posisi waketum.

Alasan terdepaknya Poyuono dari kepengurusan mulanya dikaitkan dengan kebiasaan Arief membuat kegaduhan. Gerindra tak secara langsung mengaitkan hal ini.

"Nggak juga (tidak masuk struktur pengurus partai karena kerap buat gaduh). Tapi memang kalau kita ada di dalam struktur, ya, tidak boleh manuver-manuver sendiri, karena, bagaimanapun semua tindak-tanduk kita akan dikaitkan dengan institusi," kata juru bicara Gerindra, Habiburokhman, kepada wartawan, Minggu (20/9/2020).

Selama menjabat, Arief Poyuono memang kerap melontarkan pernyataan kontroversial yang kemudian diklarifikasi oleh Gerindra. Berikut ini daftar kontroversi Poyuono:

Menyebut AHY 'Boncel'

Pada 2018, Arief Poyuono menjuluki Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai 'anak boncel' seusai putra SBY tersebut masuk bursa cawapres untuk Prabowo Subianto. Menurut dia, julukan itu disematkannya karena AHY dinilai masih 'miskin' pengalaman di dunia politik.

"Saya menyebut dia itu anak 'boncel', nggak punya pengalaman. Konteksnya kan ada pertanyaan mengenai Prabowo dipasangkan dengan AHY. Saya bilang, sangat tidak mungkin kalau militer sama militer. Kedua, AHY itu kan belum punya pengalaman, masih 'boncel' dalam politik," ujar Arief saat dimintai konfirmasi, Senin (23/7/2018).

Kendati demikian, Poyuono menyebut AHY memang punya potensi untuk menjadi pemimpin besar di masa yang akan datang. Menurutnya, AHY mesti ditempa terlebih dahulu agar lebih kuat.

Akibatnya, Poyuono pun disidang di hadapan Majelis Kehormatan DPP Gerindra. Anggota Majelis Kehormatan DPP Gerindra Habiburokhman menyatakan Poyuono telah ditegur karena ucapannya. Poyuono sendiri telah ditegur Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Intinya kami akan selesaikan masalah pernyataan Pak Arief secara baik-baik. Teguran kepada beliau setahu saya sudah disampaikan. Hal yang biasa bagi kami di Gerindra kalau ada salah langsung diberikan teguran untuk menjaga disiplin dan tertib partai," kata Habiburokhman.

Usir Demokrat dari Koalisi

Arief Poyuono juga pernah meminta PD keluar dari Koalisi Indonesia Adil Makmur pengusung Prabowo-Sandiaga. Poyuono meminta Ketum PD Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY tak bersikap seperti serangga undur-undur.

"Demokrat sebaiknya keluar saja dari Koalisi Adil Makmur. Jangan elitenya dan Ketum kayak serangga undur-undur ya. Mau mundur dari koalisi saja pakai mencla-mencle segala," ucap Poyuono, Minggu (12/5/2018).

Menurut Poyuono, Demokrat juga dinilai tak memberikan kontribusi pada suara Prabowo-Sandi. Dia melihat kehadiran Demokrat justru menurunkan suara pasangan 02 itu.


PKI Dimainkan Kadrun

Arief Poyuono kembali menuai kontroversi karena sebuah wawancara yang ditayangkan di YouTube dan menyinggung isu 'PKI dimainkan kadrun'. Poyuono mengatakan rekan-rekan separtainya gagal paham menilai video tersebut, karena dia tak membawa nama partai. Tagar #TenggelamkanGerindra sempat menjadi trending topic di Twitter gara-gara Poyuono.

"Mereka itu semua politisi gagal paham, sok tahu, dan otaknya kayak kadrun-kadrun menilai video wawancara YouTube saya di kanal Bangsa. Saya dalam wawancara di kanal Bangsa jelas-jelas menyatakan diri saya sebagai Ketua Umum Serikat Pekerja BUMN. Kedua, saya membuat rekaman di kantor FSP BUMN Bersatu dan berlatar belakang Bendera Serikat Pekerja," kata Poyuono, Sabtu (20/6).

Poyuono pun lagi-lagi harus menghadapi sidang. Gerindra menyebut Poyuono harus bertanggung jawab atas pernyataannya itu.

"Sidang Majelis Kehormatan DPP Partai Gerindra dalam perkara dengan teradu Saudara Arief Poyuono akan digelar hari ini dengan protokol anti-penularan COVID-19," kata Pimpinan Majelis Kehormatan DPP Partai Gerindra, Habiburokhman, Selasa (23/6/2020).

Memakai 'Gerindra' Saat Pengurus Demisioner
Poyuono kerap mengatribusikan jabatan waketum Gerindra dalam membuat pernyataan kontroversial ketika posisi pengurus sudah demisioner. Salah satu kritikan tersebut amat bertentangan dengan sikap Gerindra.

Pihak yang Bawa Nama Gerindra Tak Benar
Elite Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad menegaskan kepengurusan Partai Gerindra sebelum pengumuman masih bersifat demisioner. Menurutnya, hanya pernyataan juru bicara yang masih bisa mengatasnamakan Partai Gerindra. Diduga, Dasco menyoroti manuver Poyuono yang mengkritik Anies Baswedan.

"Nah oleh karena itu segala sesuatu atau orang yang menamakan pengurus DPP adalah tidak benar karena kepengurusan DPP dinyatakan demisioner kecuali jubir partai yang masih bisa mengatasnamakan Partai Gerindra," ujar Dasco, Kamis (10/9).


Senggol Isu HAM Prabowo

Jelang pengumuman kepengurusan, Poyuono menilai Prabowo harus mempersiapkan diri dengan matang jika ingin maju di Pilpres 2024. Dia berpendapat bahwa Gerindra perlu 'membersihkan' nama Prabowo dari tuduhan pelanggaran HAM 1998.

"Mumpung masih ada waktu panjang. Partai harus mengupayakan kekuatan hukum tetap yang menyatakan Prabowo Subianto bersih dan tidak terlibat dalam kerusuhan Mei 1998 yang berbau SARA dan tidak terlibat dalam penculikan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang sampai saat ini masih hilang," kata Poyuono, dalam keterangannya, Rabu (16/9/2020).

Meski sudah demisioner, Poyuono masih mengaku sebagai Waketum Gerindra dalam menyampaikan pendapatnya tersebut.

Menurut Poyuono, kekalahan Prabowo dalam dua pilpres sebelumnya, 2014 dan 2019 lantaran kasus pelanggaran HAM yang sering dimunculkan. Isu itu memang selalu berembus di setiap gelaran pilpres, di mana Prabowo menjadi salah seorang kontestan.

"Sebagaimana telah terjadi, pada pilpres dan pemilu tahun 2014 dan 2019, isu terkait kasus penculikan dan pembunuhan aktivis 1998 berembus kencang. Lalu juga kerusuhan Mei, yang disebut-sebut didalangi oleh Prabowo Subianto. Ada juga fitnah bahwa dia adalah pelaku utama kerusuhan Mei," ujar Poyuono.

"Dia dituding melakukan kejahatan-kejahatan yang sampai saat ini masih simpang siur, apakah dia dalang dan pelaku penculikan dan pembunuhan para aktivis, kan belum ada pengadilannya. Setiap pemilu, setiap pilpres, selalu dibuka kasus penculikan, kasus kerusuhan Mei, bahwa diduga dalangnya Prabowo," imbuhnya.

Habiburokhman lantas kembali bersikap menanggapi Poyuono. Anggota Komisi III DPR RI itu mengatakan Arief Poyuono merupakan orang yang tidak mengerti soal hukum.

"Arief bukan orang hukum jangan maksa bicara soal hukum. Sejak dulu dia kalau soal hukum konsultasinya ke saya. Dia juga kan mantan klien saya," kata Habiburokhman pada Kamis (17/9/2020).

Habiburokhman sendiri mengaku pernah menjadi pengacara Poyuono. Salah satu kasus Poyuono yang pernah ia tangani, yakni kasus gugatan dari staf eks Menteri BUMN, Soegiharto.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita