GELORA.CO - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat menyesalkan aksi penyerangan terhadap Polsek Ciracas, Jakarta Timur, pada 29 Agustus 2020.
Apalagi aksi penyerangan melibatkan sejumlah oknum prajurit TNI.
"Mau jadi apa negara ini kalau para aparat saling berkelahi. Ini harus jadi bahan instrospeksi para pimpinan TNI, ada apa di balik penyerangan Polsek Ciracas. Kenapa kok gesekan terus terjadi antara Polri dan TNI," kata Yayat dalam kanal Hersubeno yang diunggah, Rabu (2/9).
Dia lantas menceritakan peristiwa bentrokan yang luar biasa antara TNI dan Polri pada 2014.
Waktu itu Yayat yang menjabat asisten pengamanan (Aspam) Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menyaksikan bentrokan tersebut seperti perang.
"Jadi peristiwanya enggak kayak penyerangan Polsek Ciracas. Saya ingat waktu itu seperti perang, sudah menggunakan senjata kemudian peluru dikeluarkan dari gudang," ujarnya.
Namun, di saat yang genting tersebut Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo yang saat itu menjabat KASAD, langsung turun tangan.
Gatot yang tengah menghadiri agenda penting di Australia langsung balik ke tanah air.
"Perkelahian Batalyon 134 dengan Brimob saat itu begitu luar biasa, sudah seperti perang. Saya ingat waktu itu Pak Gatot sedang ada kunjungan ke Australia tetapi begitu mendengar kejadian tersebut langsung kembali ke tanah air dan menuju lokasi," kenangnya.
Seluruh prajurit kemudian dikumpulkan Gatot.
Di saat-saat terjadi situasi kritis di mana hampir tidak bisa dikendalikan tetapi dengan kehadiran Gatot semua bisa kumpul.
Kemudian diredam dan dijelaskan bagaimana seharusnya sikap seorang prajurit.
"Kebetulan Pak Gatot punya banyak pengalaman menangani hal-hal kritis. Baik pada saat penugasan di Timtim dan Papua. Alhamdulillah semua pucuk pimpinan baik TNI maupun Polri datang dan bisa diselesaikan masalahnya," terangnya.
Untuk mencairkan suasana, Gatot mengajak olahraga lari bersama.
Alhamdulillah, kata Yayat, sampai sekarang tidak terjadi lagi bentrokan antardua kesatuan tersebut.
Namun, penegakan hukum tetap dilakukan meski TNI dan Polri sudah berdamai.
Lebih lanjut dikatakan, di TNI ada satu moto bahwa tugas pimpinan adalah melaksanakan tugas pokok dan memerhatikan kesejahteraan prajurit. Tidak ada anggota yang salah kecuali perwiranya (pimpinan).
Menurut Yayat, masalah kepemimpinan harus dikaji lagi. Pimpinan harus kenal betul dengan anggotanya.
Seperti yang dilakukan Gatot, membatalkan acara penting di Australia untuk menyelesaikan masalah di tanah air.
"Hadirnya Pak Gatot membuat para prajurit merasa diperhatikan pimpinan. Menjadi sosok pimpinan yang baik gampang kok, ketauladanan. Selain itu di saat situasi kritis seorang pemimpin harus hadir," ucapnya.
Selain itu, tambah mantan Sesmenko Polhukam ini, seorang pemimpin dalam situasi segenting apapun harus tetap tenang.
Seperti ditunjukkan Gatot Nurmantyo yang merangkul prajurit dan menjadi orang tua bagi prajurit.
"Situasi yang sangat genting saat itu bisa cair berkat Pak Gatot. Beliau menunjukkan ketauladanan seorang pemimpin yang selalu hadir di masa-masa kritis. Dan, terbukti seluruh prajurit menuruti perintah Pak Gatot," pungkasnya. (*)