GELORA.CO - Dalam pidato secara virtual di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Rabu (23/9/2020), Presiden Joko Widodo meminta PBB berbenah diri sehingga responsif serta efektif dalam menjawab berbagai tantangan global.
"PBB harus senantiasa berbenah diri melakukan reformasi revitalisasi dan efisiensi. PBB harus dapat membuktikan bahwa multilateralism delivered termasuk pada saat terjadinya krisis PBB harus lebih responsif dan efektif dalam menyelesaikan berbagai tantangan global," kata Jokowi dalam Sidang Majelis Umum ke 75.
Permintaan Jokowi yang disampaikan dalam pidato mendapatkan kritik dari politikus Partai Demokrat Andi Arief. Menurut Andi Arief, "kurang pas kalau sebuah negara sedang kena pandemi hebat dan resesi ekonomi meminta PBB berbenah. Kecuali pandemi hebat dan resesi ekonomi itu ada faktor PBB," kata Andi Arief di media sosial yang dikutip Suara.com.
Menurut Andi Arief mestinya Jokowi menyampaikan apa adanya di forum internasional tersebut.
"Kalau kita sedang susah, jelaskan saja. Sikap protes dan marah dalam pidato gak akan menutupi pupil mata kekhawatiran," kata Andi Arief.
Kritik Andi Arief kepada sikap pemerintah Indonesia yang disampaikan Jokowi di Sidang Majelis Umum PBB ditanggapi secara kritis pula oleh analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim.
"Sebuah negara? Bukankah pandemi hebat itu sedang melanda banyak negara? Dan resesi yang dalam sudah melanda puluhan negara? Setahu saya per definisi, Indonesia belum masuk resesi," kata dia.
Dalam pidato pagi tadi, Jokowi juga mengatakan, "kita semua memiliki tanggung jawab untuk terus memperkuat PBB agar PBB tetap relevan dan semakin kontributif sejalan dengan tantangan zaman."
Menurut Jokowi, PBB bukanlah sekadar sebuah gedung di kota New York, tapi sebuah cita-cita dan komitmen bersama seluruh bangsa untuk mencapai perdamaian dunia dan kesejahteraan bagi generasi penerus.
"Indonesia memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan terhadap PBB, terhadap multilateralisme, multilateralisme adalah satu-satunya jalan yang dapat memberikan kesetaraan," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan 75 tahun yang lalu, PBB dibentuk agar perang dunia II tidak terulang kembali dan agar dunia bisa lebih damai, stabil, dan sejahtera karena perang tidak akan menguntungkan siapapun.
Tidak ada artinya sebuah kemenangan dirayakan di tengah kehancuran, dan tidak ada artinya menjadi kekuatan ekonomi terbesar di tengah dunia yang tenggelam.
"Pimpinan sidang yang terhormat, di usia PBB yang ke-75 ini kita patut bertanya apakah dunia yang kita impikan tersebut sudah tercapai? Saya kira jawaban kita sama, belum. Konflik masih terjadi di berbagai belahan dunia kemiskinan dan bahkan kelaparan masih terus dirasakan," kata Jokowi.
Presiden Jokowi menilai prinsip-prinsip piagam PBB dan hukum internasional tidak diindahkan termasuk penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah.
"Kita semua prihatin melihat situasi ini keprihatinan kita menjadi semakin besar di saat pandemi COVID-19 ini, di saat seharusnya kita semua bersatu-padu bekerja sama melawan pandemi, justru yang kita lihat adalah masih terjadinya perpecahan dan rivalitas yang semakin menanjak," kata Presiden.
Padahal seharusnya negara-negara di dunia bersatu padu untuk selalu menggunakan pendekatan win-win pada hubungan antarnegara yang saling menguntungkan.
"Kita tahu dampak pandemi ini sangat luar biasa baik dari sisi kesehatan maupun sosial ekonomi, kita juga paham virus ini tidak mengenal batas negara no one is safe, until everyone is. Jika perpecahan dan rivalitas terus terjadi maka saya khawatir pijakan bagi stabilitas dan perdamaian yang lestari akan goyah atau bahkan akan sirna," kata Jokowi.
Dalam laporan Antara disebutkan, pidato Presiden Jokowi menjadi yang pertama sejak dia menjabat sebagai Presiden RI karena sebelumnya pada periode 2014-2019, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyampaikan pidato untuk mewakili Indonesia di forum internasional tersebut.
Selain Presiden Jokowi, sejumlah menteri pun akan ikut menyampaikan pidato secara virtual antara lain Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati.[]