Oleh: Prijanto
“MAAFKAN, Lord Russell. Saya kira tuan melupakan adanya lebih daripada seribu juta rakyat, rakyat Asia dan Afrika, dan mungkin pula rakyat-rakyat Amerika Latin, yang tidak menganut ajaran Manifesto Komunis ataupun Declaration of Independence”. (Bung Karno, 1960, SU PBB).
Cuplikan pidato Bung Karno di atas, ketika mengenalkan Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia. Bung Karno dengan gamblang dan berani mengatakan Indonesia tidak dipimpin oleh konsep komunis ataupun liberalis. Indonesia dipimpin oleh nila-nilai, gagasan, cita-cita yang terkandung dalam kehidupan bangsa Indonesia, dengan nama Pancasila.
Genderang ‘beda ideologi’ ditabuh Bung Karno dalam sidang bergengsi negara dunia. Walaupun sesungguhnya mereka atau asing sudah tahu sejak kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, Negara Indonesia berdasarkan Pancasila.
Komunisme Versus Pancasila
Komunisme dibawa ke Hindia-Belanda (Indonesia) oleh J.F Marie Sneevliet, 1913. Mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), anggota 85 (delapan puluh lima) orang Belanda totok, dengan propaganda komunisme, pada 23 Mei 1914.
Semaun, Darsono dan Alimin, anggota Sarikat Islam masuk ISDV. Pada 23 Mei 1920, ISDV berubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH) dengan Ketua Semaun dan Darsono sebagai Wakil. PKH berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1924.
Pemberontakan PKI terhadap kolonial Belanda, 1926/1927, terkait perjuangan Komunisme Internasional. Setelah Indonesia merdeka, Peristiwa Madiun, pimpinan Muso, 18 September 1948, menghendaki satu kelas buruh aliran Marxisme-Leninisme dan mendirikan pemerintahan “Komite Front Nasional”, bekerjasama dengan Uni Soviet. Satu bukti pemberontakan PKI untuk mengganti Pancasila.
Keterdekatan Bung Karno dengan Presiden Mao Zedong dan PM Chou Enlai tahun 1960-an, membentuk poros Jakarta-Peking. Hubungan PKI pimpinan DN. Aidit dengan Partai Komunis China, menambah catatan kegiatan menjelang G.30.S/PKI.
PKI meniupkan isu Dewan Jenderal yang akan menculik Bung Karno, tetapi didahului Komandan G.30.S/PKI Letkol Untung, Komandan Cakrabirawa, pasukan pengawal Presiden. Pasukan Letkol Untung menculik dan membunuh 7 (tujuh) Perwira AD, pada 30 September 1965 dan membuangnya ke dalam sumur secara biadab, di Lubang Buaya Halim. Korban penculikan itu kita kenal sebagai 7 (tujuh) Pahlawan Revolusi.
Persidangan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) mengadili pentolan G.30.S/PKI secara terbuka, dokumen di Arsip Nasional, Perpustakaan Nasional, Museum dan Monumen, yang berserakan di tanah air adalah bukti dan saksi. Tragedi 1965, jelas pemberontakan PKI, yang ingin mengganti Pancasila dengan komunisme adalah fakta sejarah.
Tuntutan rakyat dan keputusan pembubaran PKI sebagai organisasi terlarang dan larangan penyebaran ajaran komunisme/marxisme-Leninisme, langkah yang benar dan tepat. Tidak mungkin dalam satu negara ada dua ideologi yang bertentangan. (Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966).
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila
Gerakan 30 September PKI gagal, 1 September 1965 tonggak Hari Kesaktian Pancasila. Isu klasik seputar G30S/PKI selalu muncul menjelang peringatan, terasa membosankan. Namun, generasi muda, isu menjadi menarik, penting dan perlu agar generasi muda tidak termakan propaganda, provokasi dan agitasi yang dibangun ideolog komunis dan simpatisannya.
Film G30S/PKI tidak perlu diputar. Lho, kenapa? Itu film sejarah, seperti film 10 November. Film G30S/PKI itu rekayasa dan mengkultuskan orang. Siapa bilang? Kalau rekayasa, cocokkan saja dengan dokumen sejarah, sebut adegan apa, menit berapa yang tidak benar. Kultuskan tokoh? Apa ada film tanpa tokoh? Film 10 November, tokohnya ya Bung Tomo. Film Tunggul Ametung tokohnya ya Tunggul Ametung, Ken Dedes dan Ken Arok, ada yang aneh?
Gaduh nasional dari tahun ke tahun terjadi. Satu pihak ingin melarang film G30S/PKI, menghapus sejarah G30S/PKI, bilang PKI korban, Soeharto dalang PKI, dan lain sebagainya. Pihak lain, memperingati untuk mengingatkan bahaya laten PKI terhadap Pancasila.
Gaduh nasional yang tidak percaya sejarah, menunjukkan kekerdilan dalam memaknai sejarah. Bagaimana tidak? Negara pasti punya dokumen sebagai bukti sejarah. Tidak tepat jika kita bilang: “sejarah itu milik penguasa atau pemenang”. Inilah contoh kekerdilan dalam berpikir dan penghargaan kepada pahlawan.
Liberalisme Versus Pancasila
Dalam pertarungan kepentingan politik global, mendemokratisasikan negara tidak hanya oleh aktor dalam negeri. Keikutcampuran aktor internasional negara-negara liberal kapitalis, melalui organisasi internasional seperti United Nations Develepment Program (UNDP) dan United State Agency for International Develepment (USAID) bisa terjadi.
LSM asing, Institute of Democracy and Electoral Assistance (IDEA), Internasional Foundation for Election System (IFES), National Democratic Institute (NDI) dan International Republican Institution (IRI) dan LSM domestik Centre for Electoral Reform (Cetro) terlibat dalam amandemen UUD 1945. (Valina Singka Subekti, 2007, Menyusun Konstitusi Transisi).
Pilpres secara langsung ala Amerika, adalah hasil amandemen yang paling memprihatinkan. Demokrasi ‘one man, one vote’ bukan demokrasi bangsa Indonesia. Bukan demokrasi dalam nilai-nilai Pancasila. Bung Karno saja, tahun 1960 sudah berani mengatakan kepada dunia, sila ke-4 Pancasila adalah dasar demokrasi bangsa Indonesia.
Banyak pasal-pasal hasil amandemen UUD 1945 bertentangan dengan Pancasila. Bahkan cenderung ke liberal. Pilpres langsung yang membuat disharmoni kehidupan, robeknya persatuan dan konflik sepanjang masa, melahirkan pertanyaan kritis, apakah itu semua bertujuan memecah belah, agar mereka bisa menguasai Indonesia tanpa menduduki untuk hidupnya?
Ideologi Untuk Mencari Hidup
Komunisme di dunia itu sudah mati, celoteh orang tertentu, bahkan dia pejabat yang intelektual. Ada apa di balik celotehnya, dia yang tahu, namun yang pasti itu pernyataan ngawur. Banyak negara-negara di dunia yang komunisnya masih hidup.
Republik Rakyat China (RRC) dalam anatomi negaranya saja ada yang disebut dengan Communist Party of China (CPC), Central Military Commission (CMC), State Council (SC) dan National People Congres (NPC). Konon untuk militernya saja, sumpah kesetian yang pertama adalah kepada partai, baru kepada negara.
Ideologi akan memberikan dasar paradigma, apa yang harus dilakukan negara. Kebutuhaan hidup papan, pangan, air, energi dan sumber kakayaan alam untuk rakyatnya menjadi lebih dominan dibanding sekadar mencari pengikut agar negara lain mengikuti ideologinya.
Teritorial Indonesia yang luas dengan pantai yang landai, memggiurkan untuk direklamasi, menjadi incaran negara yang memiliki ledakan penduduk tinggi. Bagi negara yang miskin sumber daya alam, miskin sumber energi, akan tergiur dengan kekayaan Indonesia. Artinya, tidak berlebihan jika Indonesia menjadi incaran negara-negara dunia.
Berpegang teguh kepada Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, akan mampu mencegah tidak menjadi pengkhianat dan kompradornya asing yang mencari hidup di Indonesia. Mari kita bangkit, bersatu, bergerak, berubah agar kita tidak punah. Semoga Tuhan YME memberikan kejayaan bagi Indonesia. Amin.
Penulis adalah mantan Wagub DKI Jakarta