GELORA.CO - Program penceramah bersertifikat yang diinisiasi Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi memicu pro kontra dari sejumlah pihak. Salah satunya datang dari Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Aceh Hasan Syadzily.
Dia menilai Kemenag tak perlu repot mengurusi sertifikat penceramah, sudah ada ormas agama yang lebih tepat untuk membina penceramah.
"Dari sejak awal, soal peningkatan kapasitas penceramah, maka sebaiknya diserahkan saja kepada ormas keagamaan. Jika dalam Islam, ada MUI, NU, Muhammadiyah dan ormas Islam lainnya," kata Ace, Senin (7/9).
Kendati demikian, dia menyebut program Kemenag ini belum dibahas di Komisi VIII DPR sebagai mitra, sehingga belum jelas bentuk programnya.
"Terus terang, kami di Komisi VIII, belum membahas soal program sertifikasi penceramah atau penceramah yang bersertifikat. Kedua nomeklatur ini, jelas berbeda," ujarnya.
Ace menjelaskan, jika yang dimaksud Kemenag adalah sertifikasi penceramah maka tentu memiliki konsekuensi bahwa penceramah itu merupakan suatu profesi dan berkonsekuensi pada anggaran.
Ace lantas meminta kalau pun Kemenag ngotot ingin program penceramah bersertifikat, maka jangan membatasi kebebasan setiap warga negara untuk menyampaikan pandangan keagamaan sesuai dengan keyakinannya.
"Dan ini tidak boleh berlaku hanya pada penceramah agama Islam saja, tetapi juga berlaku untuk semua agama," ujarnya.
Program Penceramah Bersertifikat Kemenag
Program penceramah bersertifikat akan dimulai pada September ini. Program ini bertujuan untuk menangkal penyebaran radikalisme melalui ceramah-ceramah di masyarakat.
Menag Fachrul Razi menyebut setidaknya akan ada 8.200 penceramah bersertifikat untuk semua agama. Ia memastikan program penceramah bersertifikat ini akan tetap dijalankan meski nantinya ada penolakan.
"Kami buat program penceramah bersertifikat mulai bulan ini. kami cetak 8.200 orang, semua agama, sukarela, ada gesekan, enggak setuju, enggak masalah kami lanjut," kata Fachrul Razi saat webinar membahas strategi menangkal radikalisme pada ASN, Rabu (2/9).
Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, menegaskan program ini bukan sertifikasi profesi, melainkan untuk meningkatkan kapasitas penceramah.
"Penceramah bersertifikat ini bukan sertifikasi profesi, seperti sertifikasi dosen dan guru. Kalau guru dan dosen itu sertifikasi profesi sehingga jika mereka sudah tersertifikasi maka harus dibayar sesuai standar yang ditetapkan," jelas Kamaruddin dalam siaran pers, Senin (7/9).
"Kalau penceramah bersertifikat, ini sebenarnya kegiatan biasa saja untuk meningkatkan kapasitas penceramah. Setelah mengikuti kegiatan, diberi sertifikat," sambungnya. (*)