GELORA.CO - Proses mulus pengajuan revisi UU 16/2004 tentang Kejaksaan membuat banyak pihak bertanya-tanya. Khususnya mengenai esensi pembahasan harmonisasi yang sama sekali tidak menggodok catatan kritis draf RUU.
Praktisi hukum Andrea H. Poeloengan mengingatkan bahwa perubahan yang sangat signifikan hampir di seluruh pasal ini berpotensi memicu konflik antar lembaga penegak hukum.
Salah satunya poin perubahan menyangkut perluasan kewenangan jaksa yang bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
“Perluasan kewenangan ini akhirnya akan mempersulit kontrol antar Criminal Justice System (CJS) dan mengarah kepada kemutlakan kewenangan jaksa dalam penegakan hukum,” kata komisioner Kompolnas periode 2016-2020 itu kepada wartawan, Minggu (27/9).
Perluasan kewenangan ini mencakup turut sertanya jaksa pada fungsi pengembangan penyidikan dan penyelidikan; penyadapan; dan melaksanakan mediasi penal.
Perluasan kewenangan tersebut juga banyak tercecer pada berbagai pasal, misalnya pada penanganan isu HAM berat.
Apalagi pasal 18 menyebutkan bahwa Jaksa Agung dapat mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan dan tugas-tugas lain yang diberikan oleh negara.
Ketentuan ini mengarah kepada “kemutlakan” kewenangan jaksa dalam penegakan hukum,” tegasnya.
Artinya, akan timbul bahaya yang akan diakibatkan dari kemutlakan kewenangan jaksa ini. (Rmol)