GELORA.CO - Desakan untuk menunda pelaksanaan Pilkada serentak di masa pandemi Covid-19 terus menguat. Sebab, sebaran virus Covid-19 telah menjalar ke seluruh kabupaten/kota se-Indonesia.
Bahkan, teranyar, Ketua KPU Arief Budiman juga dinyatakan positif terpapar virus asal Wuhan, Tiongkok itu. Sebelumnya, Komisioner KPU Evi Gintung juga dinyatakan positif Covid-19.
Selain telah menyerang penyelenggara, berdasar data KPU, hingga kini telah ada 60 pasangan bakal calon kepala daerah yang terkonfirmasi positif terpapar virus Korona. Karena itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak pemerintah, KPU dan DPR menunda pelaksanaan seluruh tahapan Pilkada. Sebab, sebaran virus Covid-19 makin meluas dan makin sulit dikendalikan.
"Mendesak KPU, Pemerintah, dan DPR untuk mempertimbangkan pilihan menunda tahapan pelaksanaan pilkada, mengingat penyebaran Covid-19 semakin meluas, dan dapat mengancam siapa saja," katanya dalam siaran pers Perludem yang ditandatangani peneliti Perludem Fadli Ramadhanil yang diterima pada Sabtu (19/9/2020).
Dia mengatakan, penundaan pelaksanaan pilkada di sebagian daerah, atau bahkan di seluruh daerah pemilihan, sangat dimungkinkan secara hukum. Penundaan pelaksanaan Pilkada juga bukan pertanda kegagalan demokrasi di Indonesia.
"Menunda tahapan pilkada bukan berarti kita gagal berdemokrasi, melainkan menunjukkan sikap cepat tanggap membaca situasi dan mengendepankan kesehatan publik," ujarnya.
Dia menambahkan, KPU, pemerintah dan DPR harus menjamin, mengutamakan, dan memastikan keselamatan nyawa setiap warga negara yang akan memilih. Pilkada serentak nyatanya menjadi ancaman serius bagi keselamatan warga. Karena itu menunda pelaksanaan Pilkada merupakan pilihan yang rasional dan konstitusional.[]