GELORA.CO - Eksistensi kementerian/lembaga yang selama ini berperan sebagai pusat informasi dan komunikasi pemerintah bakal terancam dengan kehadiran influencer.
Peringatan itu disampaikan Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menanggapi pernyataan Jurubicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman yang menyebut influencer adalah ujung tombak demokrasi digital.
Menurutnya, jika memang influencer menjadi ujung tombak, maka pemerintah perlu membuat gebrakan untuk memformalkan keberadaan mereka.
“Sekalipun dia harus mengambil jatah dari kementerian-kementerian yang selama ini menjadi jubir pemerintah," ujar Adi Prayitno saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (2/9).
Andai hal itu tidak dilakukan, dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah UIN Jakarta ini khawatir kementerian/lembaga terkait bakal tergerus dengan keberadaan influencer.
"Kan secara tidak langsung sebenarnya influencer ini mengambil jatah atau perannya Menkominfo misalnya, terus KSP dan termasuk jubir sendiri gitu loh," bebernya.
Lebih lanjut, Adi Prayitno menjelaskan mengapa influencer harus dilegalkan oleh pemerintah jika ingin dijadikan ujung tombak demokrasi digital.
Sebab, selama ini influencer bekerja bukan atas nama netralitas, melainkan atas nama kepentingan satu pihak yang membayarnya.
Namun di sisi yang lain, influencer tidak bisa diketahui secara transparan sumber pendanaannya, tapi faktanya mereka dikucuri dana APBN oleh pemerintah hingga Rp 90,45 miliar. Sementara konten isu yang diangkat bukan atas nama kebenaran dan kepentingan rakyat, melainkan pemilik modal.
"Jadi kalau memang influencer ini dibiayai oleh negara, ya secara tidak langsung negara membentuk satu divisi baru yang sifatnya informal tapi dia nyusu ke negara. Kalau memang begitu adanya ya sudah formal kan, enggak perlu malu-malu,” terangnya(rmol)