GELORA.CO - Terdapat 42,7 persen nomor handphone yang tidak aktif, namun dimasukkan ke dalam data pokok pendidikan (Dapodik). Adapun, data yang tidak aktif tersebut berasal dari 24,7 juta nomor handphone.
Atas hal itu, Pengamat dan Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji pun menyampaikan, tidak menutup kemungkinan hal tersebut terjadi.
“Kemungkinan itu tetap ada, tapi saya ngga mau berpandangan negatif,” jelasnya ketika dihubungi JawaPos.com, Minggu (20/9).
Kata dia, subsidi kuota gratis ini juga menjadi sebuah pertanyaan, kenapa harus berbentuk kuota dan tidak mengalokasikannya untuk kepentingan yang lain.
“Sebetulnya itu tanda tanya juga, kenapa harus pulsa semua, jangan-jangan dari Rp 7,2 triliun itu nanti ada cashback dari perusahaan telko 2 persen. Kalo iya kan miliaran itu. Kemungkinan itu ada dan sangat mungkin. Itu belum bisa dibuktikan, untuk tidak muncul suudzon buat kebijakan yang tepat sasaran dan caranya itu komunikasi,” terang dia.
Selain itu, bagi sekolah tersebut, dia menilai mereka sama seperti Kemendikbud itu sendiri yang mencari jalan pintasnya saja. Pasalnya, Kemendikbud tidak melihat permasalahan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara menyeluruh.
“Sekolah juga sama, ambil suri tauladan Kemendikbud, ngga mau komunikasi sama siswa dan orang tua siswa, cari gampang aja, data yang mereka punya dulu dikumpulin aja,” ucapnya.
“Kalau Kemendikbud mau koordinasi sama dinas pendidikan, mahasiswa, kampus, itu akan menemukan kebijakan yang lebih sesuai sasaran karena betul-betul asalnya dari bawah butuhnya apa. Beri bantuan ke semua orang tapi ngga tepat sasaran, bukan era pencitraan, ini era kerja nyata,” sambung dia.
Sebagaimana diketahui, Kemendikbud telah menerima 24,7 juta data nomor handphone siswa untuk mendapatkan bantuan kuota gratis. Sayangya, dari total tersebut, 42,7 persennya merupakan nomor tidak aktif.
“Dari 24,7 juta nomor tersebut, sebanyak 57,3 persen dinyatakan sebagai nomor aktif,” terang Kepala Biro Kerjasama dan Humas Kemendikbud Evy Mulyani, Selasa (15/9). (*)