GELORA.CO - FPI, GNPF Ulama dan PA 212 mendesak agar pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di semua daerah ditunda.
Juru Bicara FPI Munarman yang tidak mau berspekulasi hanya bisa mendoakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Jokowi hingga kekinian belum mau menerbitkan kebijakan penundaan pilkada. Sejumlah kalangan menilai, sikap Jokowi tersebut dikarenakan sang putra yakni Gibran Rakabuming Raka dan menantunya Bobby Nasution maju sebagai kandidat di pilkada.
Munarmawan enggan mengamini hal tersebut. Hanya, Munarman mendoakan atas apa yang telah dipilih Jokowi.
"Semoga pemimpin yang tidak memikirkan keselamatan rakyatnya segera mendapatkan balasan dari Allah," kata Munarman saat dihubungi pada Rabu (23/9/2020).
FPI bersama GNPF Ulama dan PA 212 meminta agar penyelenggaran Pilkada serentak 2020 ditunda.
Bahkan tiga organisasi massa berbasis Islam itu menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk tidak terlibat dalam penyelenggaraan pesta demokrasi di tengah pandemi covid-19.
Permintaan FPI, GNPF dan PA 212 itu tertuang dalam maklumat yang diteken masing-masing pimpinannya serta diketahui oleh pentolan FPI Habib Rizieq Shihab.
Terdapat tiga maklumat yang diserukan sebagai bentuk permintaan penundaan Pilkada Serentak 2020.
"Menyerukan untuk dilakukan penundaan dan menghentikan seluruh rangkaian atau tahapan proses Pilkada maut 2020 yang telah terbukti menjadi sebab mobilisasi massa dan menjadi klaster penyebaran Covid-19," demikian tertulis dalam tersebut, Selasa (22/9/2020).
Lalu, mereka menuntut tanggung jawab negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dari ancaman Covid-19 melalui kebijakan yang benar-benar berpihak kepada rakyat. Mereka juga menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk memboikot Pilkada 2020.
"Menyerukan kepada segenap pengurus, simpatisan pada khususnya dan seluruh umat Islam Indonesia pada umumnya untuk tidak terlibat dalam seluruh rangkaian atau tahapan proses Pilkada maut 2020," tegasnya.
Alasan FPI, GNPF Ulama dan PA 212 mengeluarkan maklumat tersebut dikarenakan memperhatikan buruknya penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah.
Menurut mereka, pemerintah hanya lebih mementingkan ekonomi dan politik dibandingkan dengan keselamatan masyarakat.
Lebih lanjut, mereka juga melihat penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 malah menjadi klaster penyebaran Covid-19.
Dalam proses pendaftaran pasangan calon kepala daerah telah menjadi sebab terjadinya mobilisasi massa dan penyelenggara pilkada yaitu Komisioner KPU juga telah terpapar covid-19.
"Dengan demikian, Pilkada kali ini dapat dikatakan sebagai klaster maut penyebaran covid-19. Tidak ada dalil pembenar untuk kepentingan tetap menyelenggarakan Pilkada maut itu."[]