GELORA.CO - Tugas berat bakal dihadapi Pemerintah dan para penyelenggara Pilkada. Mereka harus bisa memberikan rasa aman sehingga para pemilih mau datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 9 Desember nanti.
Sebab, saat ini mulai muncul ketidakpercayaan masyarakat bahwa mereka tetap aman dari potensi terpapar virus corona baru (Covid-19) ketika datang untuk melakukan pencoblosan. Sebagian masyarakat bahkan sudah tegas untuk tidak datang ke TPS pada hari-H.
Karena itu, menurut peneliti Institut Riset Indonesia (INSIS), Dian Permata, Pemerintah, KPU, Bawaslu, dan DKPP harus bisa menggunakan teknik komunikasi publik secara extraordinary out of the box agar masyarakat bisa yakin untuk datang ke TPS.
"Jika tidak, wajah demokrasi Pilkada 2020 sudah bisa ditebak hasilnya. Meyakinkan pemilih bukan hanya soal mau datang ke TPS, tapi mereka juga diberi keyakinan soal rasa aman selama proses pemungutan suara," ujar Dian Permata kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (23/9).
"Selain itu juga, harus mulai dipikirkan insentif apa yang dapat diberikan kepada pemilih saat mereka menggunakan hak suara di masa pandemi," tambahnya.
Namun demikian, kata Dian, jika tidak mampu meyakinkan pemilih, maka Pilkada harus ditunda hingga situasi pandemi Covid-19 dipastikan aman.
Apabila tidak mampu meyakinkan pemilih dan lebih banyak memilih diam di rumah ketimbang ke TPS, maka bisa dikatakan Pilkada harusnya ditunda ke 2021. Sekalipun vaksin dan situasi belum bisa dipastikan aman," pungkas Dian.(rmol)