GELORA.CO - Koalisi China dan Rusia semakin membuat Amerika Serikat (AS) gusar. Sepak terjang dua negara pesaing AS kian kencang, setelah diketahui membuat kesepakatan politik dan bisnis dengan sejumlah negara di kawasan Amerika Latin.
Dalam laporan yang dikutip dari Defense News, Angkatan Bersenjata AS (US Armed Forces), sangat khawatir dengan kesepakatan yang dibangun China dan Rusia di kawasan Amerika Latin. Perwira tinggi militer AS, Letnan Jenderal Michael Plehn, menilai China dan Rusia bisa semakin membahayakan AS dengan keberadaannya di Amerika Latin.
Plehn yang juga menjabat sebagai Wakil Komandan Komando Selatan Angkatan Bersenjata AS (SOUTHCOM), memprediksi apa yang akan terjadi dengan China dan Rusia hadir di Amerika Latin. Dengan berani Plehn menyatakan China dan Rusia seperti organisasi kriminal, karena keputusan politik dan bisnisnya dinilai tidak transparan.
"Dalam hal persaingan kekuatan besar, China dan Rusia tidak menghargai hal-hal yang sama seperti nilai demokrasi Barat kami. Mereka tidak menghargai prinsip yang sama dengan yang kami lakukan, dan kami pertahankan dengan teguh bersama mitra kami," ujar Plehn.
"Mereka berkembang pesat. China dan Rusia seperti organisasi kriminal trans-nasional, dengan keputusan politik dan bisnis yang tidak transparan. Dan, mereka menggunakannya untuk keuntungan terbesar mereka," katanya.
Amerika meyakini bahwa Rusia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan sejumlah negara Amerika Latin yang anti-AS. Beberapa diantaranya adalah Kuba, Venezuela, dan Nikaragua.
Pada 2018 silam, sebuah pesawat pembom Angkatan Udara Rusia (VVS), Tupolev Tu-160 memasuki wilayah Venezuela di tengah pergolakan politik negara itu. Sementara, China masuk ke Venezuela melalui Belt and Road Initiative (Inisiatif Sabuk dan Jalan), untuk mengalirkan uang dalam sejumlah proyek di negara itu.
Kabarnya, China di bawah komando Presiden Xi Jinping menggelontorkan dana sebesar US$250 miliar, atau setara dengan Rp3,73 triliun, dalam sejumlah proyek pembangunan infrastruktur.
Perlu diketahui, Insiatif Sabuk dan Jalan adalah strategi pembangunan global yang diadopsi oleh pemerintah Tiongkok yang melibatkan pembangunan infrastruktur dan investasi di 152 negara.
"Tentu saya berpikir bahwa dunia mulai menyadari bahwa beberapa keputusan politik dan bisnis (China dan Rusia) yang tidak transparan ini terjadi. Hal itu pasti terjadi di belahan bumi bagian ini, dan kami perlu memantau hari itu," ucap Plehn. (*)