GELORA.CO - Argumen penolakan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, dinilai menunjukkan sikap lebih mengutamakan kekuasaan, bukan kepentingan rakyat.
Menurut analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, argumen yang disampaikan Hasto soal penolakan penundaan Pilkada di tengah pandemi Covid-19 bukan argumen seorang negarawan.
"Dalam konteks Pilkada 2020, argumen Hasto itu masih argumen politisi bukan argumen negarawan. Argumen negarawan itu mengutamakan keselamatan rakyat banyak, sedangkan argumen politisi lebih terlihat mengutamakan sirkulasi kekuasaan," ujar Ubedilah Badrun kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (21/9).
Karena, kata Ubedilah, di tengah pandemi Covid-19 yang semakin tidak terkendali ini, keselamatan rakyat harus diutamakan.
Argumen Ubedilah ini berlandaskan prinsip salus populi suprema lex esto atau keselamatan rakyat banyak adalah hukum tertinggi.
"Jadi, argumen formal sirkulasi kepala daerah yang diungkapkan Hasto itu argumen kualitas rendah, di tengah derita rakyat akibat Covid-19 dan rakyat dalam risiko kematian," pungkas Ubedilah.
Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan penolakan jika Pilkada harus ditunda. Menurut Hasto, Pilkada yang akan dilaksanakan pada 9 Desember ini justru memberikan kepastian adanya pemimpin yang kuat dan punya program pencegahan Covid yang kemudian dipilih rakyat.
Mereka, calon pemimpin akan memahami betul seluruh skala prioritas untuk rakyat yang tengah menghadapi pandemi. Justru ketika pilkada itu tidak ditunda akan memberikan arah kepastian bagi rakyat," ucap Hasto. (Rmol)