GELORA.CO - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memilih untuk menarik rem darurat dan mengembalikan pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Anies bersandar pada data-data yang menunjukkan kondisi virus Corona di Jakarta mengkhawatirkan.
"Dari 3 data ini, angka kematian, keterpakaian tempat tidur isolasi, keterpakaian ICU khusus COVID, menunjukkan bahwa situasi wabah di Jakarta ada dalam kondisi darurat," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Rabu (9/9/2020).
Awalnya, Anies mengatakan tengah terjadi tren kenaikan kasus COVID-19 di Jakarta. Dari data yang dipaparkan Anies, jumlah kasus aktif di DKI Jakarta semakin meningkat.
Pada 31 Juli, jumlah kasus aktif di DKI Jakarta sebanyak 7.157 kasus. Kemudian pada 31 Agustus terdapat 8.569 kasus, dan pada 9 September terdapat 11.245 kasus.
Anies pun menyoroti soal peningkatan angka pemakaman dengan protokol tetap (protap) COVID-19. Jika dilihat dalam garfik, angka tren pemakaman dengan protap virus corona sempat memiliki tren menurun. Namun, pada Pertangahan Juli, tren grafik kembali naik.
Puncaknya, dilihat dari situs resmi milik Pemprov DKI Jakarta, corona.jakarta.go.id, pemakaman dengan protap COVID terjadi pada 5 September dengan 66 pemakaman.
Anies pun memberikan pemaparan soal ketersediaan ruang isolasi. Anies memberikan perkiraan ruang isolasi akan penuh dalam satu bulan terakhir.
Pada 17 September, ruang isolasi yang ada, sebanyak 4.053 akan terisi penuh.
Jumlah pasien akan mencapai 4.807 orang pada 6 Oktober 2020, padahal pengembangan ruang isolasi baru bisa terpenuhi sebanyak 4.807 ruangan pada 8 Oktober.
Kondisi serupa terjadi pada keterpakaian ruang ICU khusus pasien COVID-19. Dia memprediksi pada tengah bulan nanti ruang ICU untuk pasien COVID-19 akan penuh.
"Situasi (kapasitas ICU di Jakarta) tidak lebih baik. Kapasitas ICU kita ada 528 tempat tidur. Bila tren naik terus, 15 September akan penuh. Kita tingkatkan 20%, dan itu akan mulai penuh 25 September," ujar dia.
Anies memutuskan menarik rem darurat di Ibu Kota terkait penularan Corona. PSBB bakal berlaku seperti saat pertama kali diterapkan.
"Maka dengan melihat kedaruratan ini, maka tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali menarik rem darurat sesegera mungkin," katanya.(dtk)