GELORA.CO - Ustadz Abrar Rifai, pengasuh Ponpes Babul Khairat Malang menyampaikan unek-unek dan suara hatinya, terkait kesabaran Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Ust. Abrar meneteskan air mata, tersulut emosi, dan sangat sedih menyaksikan berbagai perlakuan yang diterima salah satu inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo. Berikut tulisan Ust, Abrar:
Apa yang Sampean pikirkan, saat seorang Jenderal Angkatan Darat, Panglima TNI sedang berbicara, tiba-tiba disamperin Polisi dan diminta berhenti bicara?
Pak Gatot Nurmantyo memang sudah pensiun. Beliau pun sekarang sudah bukan panglima lagi. Pak Gatot adalah mantan tentara dengan pangkat tertinggi dan pernah menduduki jabatan tertinggi di jajaran pasukan pertahanan Negara!
Apa salah Pak Gatot? Beliau sedang berbicara di hadapan para kiai, habaib dan orang-orang baik.
Tidak ada seorang pun penjahat di hadapan Pak Gatot. Tidak ada koruptor, tidak ada antek asing ataupun pengkhianat Negara lainnya.
Tidak ada HTI dan pengikutnya. Tidak ada PKI atau pun anak-anak turun PKI semisal Ribka Tjiptaning, Ilham Aidit dan lain-lain.
Menyaksikan Pak Gatot diturunkan begitu saja oleh orang-orang yang entah apa sumbangsihnya kepada negara ini, saya benar-benar mengelus dada.
Berulang kali saya menyeka air mata. Entah kenapa, pemandangan tersebut memantik geram, sekaligus juga menumbuhkan iba yang demikian dalam.
Saya tidak sedang melo. Tapi untuk disebut Baper, saya tidak bisa menyangkal. Saya kira, siapapun kita tak akan bisa abai begitu saja jika dihadapkan pada kejadian kurang ajar tersebut.
Sebenarnya kan sebagai aparat, bisa saja Polisi menekan panitia saja. Bernegosiasi dengan beradab sebagaimana yang menjadi tugas pokok dan fungsinya.
Bukan malah langsung menghentikan seorang jenderal yang sedang bicara!
Entahlah, apa Polisi terprovokasi oleh orang-orang yang sedang unjuk rasa di luar gedung, atau entah apa yang mereka inginkan.
Sebab begitu acara usai dibubarkan, saya melihat ke luar gedung berbarengan dengan Pak Gatot. Kita menghadap kepada para pengunjuk rasa yang berada di atas mobil komando.
Sumpah serapah begitu fasih mereka lontarkan. Entah mereka ini teler atau kesambet setan, hingga terlontar pernyataan biadab, “Gatot Nurmantyo anjing!”
Saya punya rekaman videonya dan tangkapan gambar pelaku. Tapi saya tidak tertarik meng-upload dan membagikannya.
Cukuplah bagi saya kesabaran Pak Gatot, menjadi contoh, bahwa orang gila sebaiknya tidak kita hadapi dengan ikut-ikutan gila.
“Kita berterimakasih, bahwa di tengah Pandemi, saat banyak orang kehilangan penghasilan, masih ada orang yang mau membayari orang untuk berdemo.” demikian kata Pak Gatot merespon para pendemo.
Lebih jauh Pak Gatot malah berdoa, “Saya berdoa, semoga orang-orang yang mendemo saya hari ini sehat selalu dan sejahtera hidupnya.”
Saya lihat juga, Pak Gatot tersenyum menghadap kepada para pendemo. Tak ada kemarahan, baik secara verbal atau gestur beliau.
Pak Gatot tenang dan seperti tak terpengaruh dengan cacian dan sumpah serapah yang ditujukan kepadanya.
Ketenangan Pak Gatot tentu menjadi inspirasi bagi seluruh penggiat KAMI, bahwa gangguan itu niscaya. Pembubaran, persekusi dan berbagai serangan verbal dan fisik akan mewarnai perjalanan gerakan ini.
Kita tidak boleh takut. Tapi juga tak boleh kalap. Apapun itu, biar rakyat yang memberikan penilaian, siapa yang beradab dan siapa yang biadab. (jurnas.co)