GELORA.CO - Pengamat politik Refly Harun menanggapi pengusiran mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo saat deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Surabaya Jawa Timur, Senin (28/9).
Menurut Refly, seharusnya aparat keamanan menghalangi pendemo yang melarang dan menghalang-halngi deklarasi KAMI, bukan malah mengusir peserta KAMI.
“Sebenarnya aneh kalau ada demo-semo seperti ini dihalangi atau ditentang. Harusnya pengaman, petugas itu menghalangi orang-orang yang akan menghalang-halangi orang yang hendak menyatakan pendapat atau mengerjakan sesuatu yang dilindungi konstitusi,” ucap Refly di channel YouTube miliknya, Selasa (29/9).
Pakar hukum tata negara itu mengatakan para pendemo berhak menyampaikan aspirasi dan menolak KAMI. Namun mereka tidak boleh melarang atau menghalangi deklarasi.
“Silahkan saja menyampaikan aspirasi penolakan, tapi yang tidak boleh adalah melarang orang,” ucap Refly.
Demo tidak setuju dengan KAMI, tapi tidak boleh melarang deklarasi itu sendiri.
Menurut Refly, kalau aparat netral, mereka akan membiarkan dua kelompok melakukan orasi, berdemonstrasi, sepanjang keduanya tidak bentrok.
“Itulah sebabnya, petugas keamanan harus berada di tengah,” cetus Refly.
“Persoalannya adalah kalau demo itu digerakkan oleh unsur negara, itu berat,” tambah Refly.
Mantan Komisaris perusahaan BUMN itu menyebutkan bahwa penghadangan deklarasi KAMI di sejumlah daerah merupakan bentuk ketakutan penguasa.
“Sangat mengherankan kalau deklrasai KAMI dimana-mana dihadang dimana-mana. Kalau dihadang begitu, justru menunjukkan bahwa negara, penguasa atau siapa pun yang berseberangan dengan KAMI, takut sendiri, mengkhawatikrkan kalau gerakan ini menjadi besar, orang-orang yang ada di dalam menjadi populer,” kata Refly.
“Mudah-mudahan penghadangan deklarasi KAMI di Surabaya tidak berulang di daerh lain, walau pun sudah terjadi. Maksudnya for the future, ya sekadar deklarasi saja masak mau dilarang, apalagi deklarasinya mengikuti protokol Covid-19, dilakukan secara damai,” pungkas Refly Harun.[psid]