GELORA.CO - Film pengkhianatan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (PKI) atau G 30s/PKI jadi pro dan kontra karena dinilai ada rekayasa. Namun, saksi langsung peristiwa kelam itu menyampaikan pandangannya.
Putra Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani, Irawan Sura Eddy A. Yani, mengatakan film yang disutradarai Arifin C. Noer itu 98 persen akurat. Kata dia, hanya 2 persen yang adegan sebenarnya tak ada di film.
"Kalau mengenai film itu yang kejadian di rumah adalah seperti itu. Memang 98 persen akurat ya. Yang tidak akurat itu waktu Bapak diseret dari dalam ruangan makan ke pinggir jalan di Jalan Krakatau waktu itu," ujar Irawan dalam wawancara dengan tvOne yang dikutip VIVA pada Rabu, 30 September 2020.
Dia menyampaikan jika dalam film, ayahnya tergambarkan tangan dan kakinya diangkat pasukan Cakrabirawa. Namun, yang benar sesuai peristiwa adalah tangan almarhum tak diangkat. Tapi, kata dia, kaki almarhum dipegang lalu diseret seperti binatang.
"Diseret langsung seperti binatang ya. Itulah yang terjadi, ada juga tarik-tarikan (antara) kakak saya dua itu (dengan pasukan Cakrabirawa)," lanjutnya.
Irawan mengatakan bersama tujuh saudara kandungnya menyaksikan langsung kejadian berdarah itu. Menurut Irawan, ada dua kakaknya yang ditahan di kamar agar tak keluar oleh anggota Cakrabirawa.
Jika nekat keluar kamar maka diancam akan ditembak. Begitupun enam anak lain, termasuk dirinya, jika keluar sampai area rumah diancam akan ditembak. "Kami semua, delapan anak itu dari belakang. Dua yang di belakang itu pintu kamar mereka dipegang oleh anggota Cakrabirawa agar tidak bisa keluar," sebutnya.
"Begitu kami sampai di pintu belakang, seorang anggota Cakrabirawa sudah siap dengan senjatanya dan membentak kami untuk tak keluar. Karena kalau yang keluar akan ditembak. Itu memang begitu," jelasnya.
Pun, ia menegaskan peristiwa kelam itu masih diingatnya dengan benar. Saat kejadian, ia mengaku masih berusia 11 tahun. Namun, ia menekankan, hanya mengingat kejadian penculikan ayahnya di kediaman rumah.
"Ya jelas, jelas. Saat itu saya 11 tahun, sampai menutup mata mungkin sudah selesai urusan itu. Makanya kalau orang tanya, G30S, itu lah yang terjadi di rumah," ujarnya.
Riset dari Cornell
Istri dari sutradara Arifin C Noer, Jajang C Noer, menjelaskan film karya suaminya itu bukan rekayasa. Sebab, dibuat merujuk data-data yang ada dan sudah diketahui Indonesia dan dunia sekalipun.
Jajang pun menyebut riset juga menyertakan kajian dari Cornell Paper khusus tentang G30S/PKI yang diterbitkan pada 10 Januari 1966. Kajian ini ditulis sejumlah peneliti yaitu Benedict Anderson dan Ruth McVey dari Universitas Cornell di Ithaca, Amerika Serikat.
"Jadi, ini bukan rekayasa. Dan risetnya sampai ke Cornell. Mas Arifin sebagai sutradara, sebagai orang, dia tak akan membuat sesuatu yang tidak dia percayai dan yang tidak dia yakini. Semua ini adalah autentik menurut dia. Menurut data-data yang ada," ujar Jajang dalam wawancara dengan tvOne.
Dia menambahkan dalam film ini juga diwawancarai keluarga jenderal korban penculikan. Namun, memang tak ada pihak PKI yang tak bersedia diwawancarai karena takut.
"Kami mewancarai keluarga para Jenderal. Sayang sekali dari pihak PKI tidak ada yang bersedia diwawancarai, tak ada yang berani, dia mengaku adalah PKI, apalagi menjawab," jelasnya.
Meski demikian, ada keterangan dari anggota PKI saat itu yakni Sjam Kamaruzaman yang bersedia diwawancarai. Namun, jawabannya tak bisa lugas dan detail.
"Satu-satunya orang PKI yang bisa kami wawancarai dalah Sjam Kamaruzaman. Pun, ia jawab cuma hanya iya, iya. Begitulah, iya begitulah," tuturnya. (*)