GELORA.CO - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, setuju dengan langkah pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu untuk tetap melanjutkan Pilkada Serentak 2020 yang dilaksanakan pada 270 daerah secara serentak, pada 9 Desember 2020.
Sejumlah pihak seperti Wapres RI periode 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla, hingga NU dan Muhammadiyah, sudah menyatakan sikapnya agar pilkada diundur. Karena tingginya angka kasus positif COVID-19 dalam beberapa waktu ini. Bahkan diprediksi, akan semakin tinggi jika pilkada tetap digelar.
Dalam acara ILC TvOne, Selasa malam 22 September 2020, Fahri menjelaskan bahwa saat ini selain krisis ekonomi dan kesehatan, yang paling berbahaya juga adalah krisis legitimasi. Yakni baik terhadap pemerintah pusat hingga daerah.
Maka menurutnya, pilkada adalah momentum untuk tetap mempertahankan legitimasi pemerintah daerah terhadap rakyatnya. Karena menurut dia, jika legitimasi sudah hilang maka sangat berbahaya.
Justru yang dia lihat, legitimasi pemerintah dari pusat hingga daerah saat sedang diuji. Lalu saat masyarakat ingin membangun legitimasi lewat pilkada, tetapi justru diundur, maka menurutnya langkah tersebut sangat berbahaya.
"Lalu kemudian mau narik ke belakang, menghentikan transfer legitimasi yang akan habis pada bulan Januari (2021) nanti, yang apabila 270 daerah ini legitimasinya hilang, chaos akan terjadi di daerah," kata Fahri dalam penjelasannya di ILC TvOne.
Sebenarnya, kata Fahri, saat krisis ekonomi dan kesehatan ini melanda akibat COVID-19, maka yang bisa menyelematkan adalah legitimasi pemerintah. Bahkan menurutnya, jika legitimasi terhadap penguasa itu kuat maka rakyat diajak untuk sejenak susah pun akan ikut. Dengan begitu, ia yakin krisis kesehatan dan ekonomi saat ini bisa dilalui.
"Sebab kalau kita masih punya kekuasaan yang legitimate, kita masih bisa menghadapi krisis kesehatan kita bisa menghadapi krisis ekonomi. Pemimpin kita yang legitimate itu bisa mengajak kita untuk hidup miskin bareng, makan dari hutan kita kembali ke nature. Tapi sekali kita kehilangan basis legitimasi itu berbahaya sekali," jelas Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 itu.
Jika opsi ditunda seperti banyak desakan itu, maka kekosongan jabatan kepala daerah akan diisi oleh pelaksana tugas atau Plt. Bisa dari pimpinan di daerah itu atau dari pihak lain yang ditunjuk pemerintah pusat. Namun Fahri mengatakan, penunjukan pelaksana tidak akan menjadi solusi dan tetap akan berbuntut chaos. Karena dimasa pandemi COVID-19 saat ini, pemimpin yang definitif lah yang bisa menjalankannya.
"Plt tidak bisa menangani krisis, Plt tidak diberikan kewenangan keuangan yang besar karena dia bukan election official. Nah, ini yang menurut saya harus menjadi basis kesadarannya," jelasnya.[viva]