GELORA.CO - Politisi Partai Gerinda Fadli Zon kembali angkat bicara soal polemik Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kini tengah banyak dibahas.
Kali ini, ia mengaku memiliki bukti yang mengatakan bahwa PKI adalah dalang kudeta 1965 yang melengserkan Presiden Pertama Indonesia, Soekarno.
Fadli Zon membeberkan bukti-bukti tersebut lewat video yang diunggah dalam kanal YouTube-nya, Selasa (29/9/2020).
"Setiap bulan September, memang seringkali ada polemik tentang PKI. Partai politik yang sudah dilarang sejak tahun 1966, tepatnya dibubarkan 12 Maret 1966," ungkapnya sebagai pembuka.
Ia mengatakan bahwa informasi tersebut didapatkannya langsung dari Moerdiono, Mantan Menteri Sekretaris Negara Indonesia. Moerdiono disebutnya ikut menggarap konsep dan mengetik teks pembubaran PKI, sehari selepas turunnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Lebih lanjut lagi, Fadli Zon menuturkan bahwa PKI merupakan partai yang selalu berupaya untuk melancarkan kudeta. Ia menjelaskan setidaknya ada dua peristiwa besar yang pernah dilakukan PKI untuk mengkudeta pemerintah, terjadi pada 18 September 1948 dan 1 Oktober 1965.
"Jadi kita melihat PKI ini ingin mengambil alih kekuasaan, mengubah ideologi, dan mengambil jalan kekerasan untuk menunaikan ambisi sesuai ideologinya," tukasnya.
Dalam video yang diunggahnya, Fadli Zon menunjukkan bukti akan PKI yang berusaha mengkudeta dan mengambil alih Indonesia.
Ia menunjukkan sebuah koran yang disebut merupakan koran PKI tertanggal 2 Oktober 1965.
"Sebuah koran yang merupakan koran PKI tanggal 2 Oktober 1965. Disini ada keputusan pertama dari Untung yang melakukan pemberontakan waktu itu, sebagai komandannya. Susunan Dewan Revolusi Indonesia," ujarnya.
Dari koran tersebut, Fadli Zon mengintepretasikan bahwa orang-orang PKI akan melakukan kudeta dan setelahnya membentuk Dewan Revolusi Indonesia.
Politisi Partai Gerindra ini juga menunjuk sebuah bagian dari koran yang dipegangnya. Ia menyebutkan disana tertulis soal penaikan dan penurunan pangkat. Fadli Zon mengatakan tentara yang pangkatnya di atas letnan koloner diturunkan.
"Ini adalah keputusan komandan gerakan 30 September, Ketua Dewan Revolusi, Letnan Kolonel Untung," kata Fadli sembari menunjuk salah satu rubrik di koran.
Kemudian, ia langsung menunjuk bagian lain dalam harian PKI yang dipimpin oleh Njoto. Menurut Fadli Zon, bagian editorial sangat mendukung anggapan bahwa PKI melakukan kudeta gerakan 30 September.
Lebih lanjut lagi, Fadli Zon memperlihatkan jajaran gambar kartun dalam harian yang dibawanya. Ia mengatakan kartun tersebut ada gambar jenderal yang sedang ditonjok.
Politisi Partai Gerindra ini mengatakan hal tersebut sangat mendukung untuk dijadikan bukti bahwa PKI memang berusaha untuk menumpas para jenderal sebagaimana tragedi gerakan 30 September pada 1965 silam.
Dalam kesempatan tersebut Fadli Zon tak luput memperlihatkan sebuah artikel berjudul "Situasi Ibukota Pertiwi dalam Keadaan Hamil Tua". Ia juga menjelaskan secara sekilas apa yang ada pada harian tersebut.
"Ini adalah bukti bahwa PKI melakukan kudeta, dalang dari berbagai peristiwa itu," tegasnya ulang.
Ia juga tidak sepakat apabila peristiwa 30 September 1965 disebut sebagai konflik internal di dalam tubuh angkatan darat atau kudeta merangkak dari Soeharto sebagaimana banyak disebutkan.
Di penghujung videonya, Fadli Zon mengatakan bahwa sejarah harus diluruskan. Jangan sampai terjadi kesalahpahaman yang berujung pada pemahaman yang salah kaprah. Apalagi penghapusan bukti-bukti sejarah yang bisa mengungkap kebenaran peristiwanya.
Ia merasa kebijakan pemerintah yang melarang adanya Partai Komunis Indonesia sudah tepat.
"PKI memang berkali-kali melakukan pemberontakan dan saya kira keputusan kita sudah tepat dengan adanya TAP MPRS No.25 Tahun 66 dan UU No.27 Tahun 1999 yang melarang Partai Komunis Indonesia," pungkasnya.
Harian Rakyat 2 Oktober 1965, Koran Propaganda Komunis yang Tak Tahu G30S Telah Gagal
John Rossa dalam bukunya yang berjudul Dalih Pembunuhan Massal mengulas tentang harian propaganda PKI yang tak tahu gerakan 30 September telah gagal .
Organ Propaganda Harian Rakyat tersebut masih menerbitkan tulisan yang penuh dengan agitasi dan karikatur dua hari selepas terjadi gerakan 30 September.
Pada 2 Oktober 1965, harian tersebut masih menerbitkan sebuah koran. Mereka menghasilkan tulisan bermuatan politis, menyangkut pesan-pesan PKI untuk rakyat serta menegaskan siapa musuh dan siapa kawan.
John Rossa menyoroti karikatur dalam Harian Rakyat yang memuat gambar sesosok Jenderal. Di belakangnya terdapat wajah bule memakai topi bendera amerika.
Usut punya usut, karikatur tersebut ternyata menggambarkan ketidaktahuan Harian Rakyat akan kegagalan kudeta gerakan 30 September.
John Rossa dalam bukunya mengatakan bahwa ilmuwan dari Universitas Cornell menduga bahwa karikatur tersebut tidak lain merupakan penegasan dari koran propagandis.
Menurut Harian Rakyat, gerakan 30 September 1965 ini tidak lain adalah kisah sukses menyelamatkan Presiden Soekarno dari Kudeta Dewan Jenderal yang didukung oleh Komandan Tjakrabirawa.
Dengan kata lain, mereka berusaha menyelamatkan Presiden Soekarno dari kup Dewan Jenderal yang dianggap sebagai agen CIA.
Dalam karikatur tersebut, Harian Rakyat membubuhkan narasi yang kiranya sangat pantas diucapkan atas usaha menyingkirkan pengkudeta dengan cara menghabisi jenderal itu.
Selain itu, John Rossa juga menegaskan bahwa berita utama Harian Rakyat 2 Oktober 1965 berisi soal pujian terhadap G30S yang menjadi langkah menyelamatkan presiden dari usaha kudeta para jenderal.
Sementara untuk anak judulnya, terdapat kalimat G30S semata-mata merupakan gerakan dalam tubuh Angkatan Darat.
Bahkan, dalam tajuk rencananya jelas tergambar bahwa PKI mendukung G30S, tetapi mereka seolah-olah menjaga jarak dari honor tersebut.
Dengan menurunkan berita utama soal Letkol Untung sebagai lakon, Harian Rakyat ingin menyampaikan ke publik bahwa itu merupakan gerakan patriotik dari seorang prajurit untuk menghabisi atasannya. Atasan yang dimaksud adalah ia yang berencana mengkudeta Presiden Soekarno.
John Rossa mengatakan angle yang ditulis Harian Rakyat Ambigu. Setelah pihak tentara melarang semua koran kecuali koran militer terbit pasca G30S/PKI, justru yang menarik adalah Harian Rakyat tetap tampil dengan penanggalan yang sama yakni Sabtu, 2 Oktober.
Para analis dan sejarawan menduga bahwa konten tertanggal 2 Oktober tersebut aslinya telah dicetak pada hari Jumat sebelumnya. (*)