GELORA.CO - Pemerintah China merespons tudingan lembaga Australia yang menyebut lebih dari 16.000 masjid dihancurkan di provinsi Xinjiang. Beijing mengklaim laporan itu berbeda jauh dari fakta di lapangan.
Lembaga think-tank Australia, The Australian Strategic Policy Institute (ASPI) menerbitkan laporan pada Kamis (24/9/2020) kemarin yang menyatakan lebih dari 16.000 masjid di Xinjiang dihancurkan atau dirusak sebagai dampak dari kebijakan pemerintah sejak 2017 lalu.
Perkiraan tersebut diperoleh dari citra satelit serta berdasarkan sample 900 situs keagamaan di tahun 2017, termasuk masjid, kuil dan tempat pemujaan lainnya.
"Pemerintah China telah memulai kampanye sistematis dan disengaja untuk menulis ulang warisan Otonomi Uyghur Xinjiang untuk membuat tradisi budaya asli tunduk pada bangsa China," demikian isi laporan ASPI.
"Selain upaya koersif lainnya untuk merekayasa ulang kehidupan sosial dan bidaya Uyghur dengan mengubah atau menghilangkan bahasa, musik, rumah, kebijakan pemerintah China secara aktif menghapus dan mengubah elemen kunci dari warisan budaya nyata mereka," lanjut isi pernyataan ASPI.
Museum Sejarah Nabi Terbesar di Dunia Akan Dibangun di Indonesia
Menanggapi laporan tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, menyanggah tudingan tersebut dan menyebutnya sebagai fitnah. Dalam konferensi pers, Jumat (25/9/2020), Wang balik menuding ASPI menerima dana asing untuk meramu kebohongan terhadap China.
Faktanya, Wang mengatakan di Provinsi Xinjiang saat ini terdapat lebih dari 20.000 masjid, jumlah tersebut diklaim lebih banyak dari keseluruhan masjid yang terdapat di seluruh Amerika Serikat.
"Jika kami melihat jumlahnya, ada lebih dari 24.000 masjid di Xinjiang, sepuluh kali lebih banyak daripada di AS," kata Wang dikutip dari Reuters, Sabtu (26/9/2020).
"Artinya, ada masjid untuk setiap 530 muslim di Xinjiang, lebih banyak masjid per kapita daripada banyak negara muslim," lanjutnya.
China berada di bawah pengawasan komunitas internasional atas perlakuannya terhadap muslim Uyghur dan klaim pelanggaran kerja paksa di Xinjiang. PBB telah menerima laporan dari lembaga kredibel yang mengatakan satu juta muslim yang ditahan di kamp-kamp vokasi telah dipekerjakan secara paksa.
Namun, Beijing berulang kali membantah telah memperlakukan muslim Uyghur dengan buruk, serta mengatakan kamp-kamp vokasi itu merupakan pusat pelatihan kejuruan yang diperlukan untuk mengatasi ekstremisme. (*)