GELORA.CO - Kebebasan pers di Indonesia seperti tak pernah lepas dari ujian. Belakangan ini, sejumlah laman media nasional mendapat gangguan akibat aksi peretasan oleh pihak-pihak tidak dikenal.
Seperti yang dialami Tempo.co pada 22 Agustus 2020. Saat itu tampilan laman menjadi hitam dan diimbuhi sejumlah pesan yang menyudutkan redaksi.
Masih di hari yang sama, sejumlah artikel Tirto.id terkait kontroversi penemuan obat Covid-19 yang menyinggung keterlibatan dua lembaga negara, mendadak hilang.
Keesokan harinya, artikel Kompas.com berjudul "Akun Twitter Ahli Epidemiologi UI Pandu Riono Diretas" dihapus pihak yang tidak diketahui identitasnya. Begitu pula dengan Detik.com yang mengalami peretasan pada periode yang kurang lebih sama.
Aksi peretasan terhadap sejumlah media tersebut dinilai sebagai masalah serius oleh Dewan Pers. Terutama terkait dengan situasi kemerdekaan pers di Indonesia.
Dalam Surat Pernyataan Nomor: 03/P-DP/VIII/2020 Dewan Pers juga mengutuk aksi doxing yang dilakukan pihak tertentu terhadap sejumlah wartawan belakangan ini.
Doxing merupakan tindakan penyebaran informasi pribadi wartawan ke publik tanpa seizin yang bersangkutan. Hal ini merupakan sebuah tindakan yang bertentangan dengan hukum.
"Pers atau wartawan bisa saja membuat kesalahan dalam pemberitaan maupun kegiatan peliputan, sehingga merugikan pihak tertentu. Namun, hendaknya semua pihak mempersoalkan kemungkinan kesalahan itu secara transparan berdasarkan mekanisme yang diatur dalam UU Pers No 40 tahun 1999. Semestinya semua pihak menghindari tindakan-tindakan yang mengarah pada teror atau pembungkaman," ucap Ketua Dewan Pers, Mohammad Nuh, dalam keterangan yang diterima Redaksi, Kamis (3/9).
Menanggapi kejadian-kejadian tersebut di atas, Dewan Pers pun menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Memberikan dukungan moral kepada media dan wartawan yang telah mengalami peretasan, doxing, dan gangguan yang lain. Dewan Pers meyakini gangguan-gangguan tersebut tidak akan mengendurkan semangat dan motivasi komunitas media untuk menjalankan fungsi kontrol sosial berdasarkan Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers No 40 tahun 1999.
2. Mendukung langkah Tirto.id dan Tempo.co melaporkan kasus peretasan terhadap situs mereka ke Polda Metro Jaya, berdasarkan UU Pers No 40/1999 dan UU ITE No 11/2008. Dewan Pers meyakini bahwa UU ITE No 11/2008, sebagaimana UU Pers No 40/1999, merupakan instrumen hukum yang fungsional dalam melindungi prinsip-prinsip kemerdekaan pers.
3. Meminta penegak huum untuk menangani kasus pertasan media yang terjadi secara seksama dan profesional berdasarkan UU Pers No 40/1999 dan UU ITE No 11/2008. Dalam proses selanjutnya, Dewan Pers senantiasa membuka diri untuk membantu peneggk hukum dengan memberikan pendapat dan penilaian berdasarkan otoritas Dewan Pers sebagaimana diatur dalam UU Pers No 40/1999.
"Demikian pernyataan Dewan Pers atas kasus peretasan digital dan doxing yang dialami oleh sejumlah unsur pers tersebut. Atas perhatian semua pihak, kami ucapkan terima kasih," tutup Mohammad Nuh.[rmol]