GELORA.CO - Pencetakan ulang kartun Nabi Muhammad oleh majalah Prancis, Charlie Hebdo, menuai kecaman dari puluhan ribu orang di seluruh Pakistan. Dalam aksi protes, Jumat (4/9/2020), warga Pakistan menyerukan boikot produk dari Prancis.
Aksi protes itu digagas oleh partai islam garis keras Pakistan, Tehreek-e-Laibak Pakistan (TLP). Selain di Karachi, kota terbesar di negara itu, aksi serupa juga berlangsung di Rawalpindi, Peshawar, Lahore dan Dera Ismail Khan.
Demo besar itu melumpuhkan lalu lintas kota Karachi, pusat keuangan dan bisnis Pakistan. Demonstran membawa poster yang bertuliskan kecaman terhadap pembuatan ulang kartun Nabi Muhammad oleh Charlie Hebdo serta meneriakkan "Matilah Prancis".
"Pemenggalan adalah hukuman bagi para penghujat," demikian tulisan di salah satu poster.
Tak sedikit demonstran yang menyerukan agar pembuat kartun Nabi Muhammad, yang dinilai sebagai bentuk penistaan agama, dihukum mati.
7 Pesawat Tempur Angkatan Laut Prancis Mendarat Darurat di Aceh
Tujuh pesawat tempur Prancis mendarat darurat di Landasan Udara Sultan Iskandar Muda, Aceh. Pesawat milik Angkatan Laut Prancis tersebut mendarat lantaran cuaca buruk.
"Pencetakan ulang kartun (Nabi Muhammad) sama dengan terorisme besar, mereka mengulangi tindakan penistaan seperti itu terhadap Nabi Muhammad setiap beberapa tahun. Ini harus dihentikan," kata Ruzni Hussani, pemipin TLP di Karachi dikutip dari Reuters, Sabtu (5/9/2020).
Unjuk rasa serupa pernah terjadi di Pakistan pada 2015. Saat itu, demo berubah jadi aksi kekerasan dan bentrokan dengan polisi yang berusaha mencegah aksi unjuk rasa bergerak ke konsulat Prancis di Karachi.
Pemerintah Pakistan juga mengutuk pencetakan ulang kartun tersebut. Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mehmood Qureshi mengatakan Pakistan percaya pada kebebasan berekspresi tetapi kebebasan semacam itu tidak berarti izin menyinggung sentimen agama.
Awal pekan ini, Charlie Hebdo--majalah satir mingguan Prancis0--mencetak ulang kartun Nabi Muhammad untuk menandai dimulainya persidangan terhadap para tersangka serangan di kantor majalah itu pada Januari 2015.
Pengadilan Prancis menyebut serangan mematikan itu dilakukan sebagai usaha membela Nabi Muhammad. Sebanyak 12 orang tewas dalam serangan itu.
"Kami tidak akan pernah tengkurap. Kami tidak akan pernah menyerah," tulis editor Charlie Hebdo, Riss Sourisseau. (*)