GELORA.CO - Pasca Ketua KPU Arief Budiman dinyatakan positif Covid-19, isu penundaan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada menyeruak.
Namun, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, saat ini bukan lagi bicara penundaan melainkan lebih kepada tanggungjawab KPU untuk memberikan jaminan pelaksanaan Pilkada sesuai dengan protokol kesehatan di masa pandemi.
“Termasuk berani mendiskualifikasi kandidat yang tidak mengindahkan protokol,” kata Dedi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (19/9).
Bukan tanpa alasan KPU bisa mendiskualifikasi paslon yang melanggar protokol kesehatan.
Pasalnya, pelaksanaan Pilkada tahun 2020 ini tidak saja mengacu pada regulasi yang dibuat sesuai dengan protokol kesehatan, tetapi ada ancaman pidana melalui UU Kesehatan bagi mereka yang melanggar ketentuan.
“Sehingga pemerintah pusat maupun daerah punya beban untuk melaksanakan protokol kesehatan, tidak hanya KPU,” tegas Dedi.
Jika kemudian penundaan Pilkada dilakukan karena pandemi, Dedi berpandangan pemerintah harus menanggung konsekuensinya.
Salah satu konsekuensinya yaitu menyiapkan sumberdaya pejabat sementara saat terjadi transisi kepemimpinan daerah. Selain itu menjamin tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan untuk kelompok tertentu.
“Salah satunya menerbitkan produk hukum yang dapat dijadikan pedoman adanya proses politik yang adil, terbuka dan berbasis kepentingan warga negara,” demikian Dedi.(rmol)