GELORA.CO - Jaksa Pinangki Sirna Malasari terjerat kasus dalam pusaran terpidana Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Kini berkas perkara Pinangki telah dilimpahkan oleh Kejagung ke Pengadilan Tipikor dan siap disidangkan.
Dalam abstraksi kasus dakwaan yang disampaikan Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono, peran-peran Pinangki terungkap. Pinangki diduga menerima suap dari terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra. Hari mengatakan Pinangki membuat proposal action plan untuk memuluskan rencana fatwa Mahkamah Agung (MA), kemudian dia juga meminta imbalan sejumlah uang kepada Djoko Tjandra.
"Terdakwa Pinangki Sirna Malasari dan Saudara Anita Kolopaking bersedia memberikan bantuan tersebut dan Saudara Joko Soegiarto Tjandra bersedia menyediakan imbalan berupa sejumlah uang sebesar USD 1.000.000 untuk terdakwa PSM, untuk pengurusan untuk kepentingan perkara tersebut," kata Hari melalui keterangan resminya, Kamis (17/9/2020).
Dalam hal ini, Pinangki akhirnya menerima uang muka untuk memuluskan rencana itu. Uang tersebut diberikan senilai USD 500 ribu dari Djoko Tjandra, yang dibayarkan oleh adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma.
Dalam pengurusan fatwa MA ini pula, kata Hari, ada rencana pemberian USD 10 juta kepada pejabat di MA dan di kejaksaan. Namun identitas si calon penerima ini belum diungkap Kejagung.
Setelah mendapat uang muka dari Djoko Tjandra, Hari menyebut Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) karena menggunakan uang yang diduga suap itu untuk membeli mobil BMW dan perawatan kecantikan di Amerika Serikat (AS).
"Kemudian sisa uang sebesar USD 450 ribu yang berada dalam penguasaan terdakwa Pinangki Sirna Malasari, lalu dilakukan penukaran valas melalui sopirnya, Saudara Sugiarto dan Saudara Beni Sastrawan, yang kemudian dari hasil penukaran valas tersebut, terdakwa Pinangki Sirna Malasari melakukan pembelian mobil BMW X-5, pembayaran dokter kecantikan di Amerika, pembayaran sewa apartemen/hotel di New York, Amerika, pembayaran dokter home care, pembayaran kartu kredit, dan transaksi lain untuk kepentingan pribadi terdakwa," ujar Hari.
Berikut abstraksi kasus di dalam dakwaan yang disampaikan Kejagung dalam rilis resmi hari ini:
Awalnya sekira bulan November 2019, terdakwa Dr Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. selaku seorang jaksa pada Kejaksaan Agung bersama-sama dengan Saudara Anita Kolopaking dan Saudara Andi Irfan Jaya bertemu dengan Saudara Joko Soegiarto Tjandra, yang merupakan buronan terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali, di kantornya yang terletak di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia. Saat itu, saudara Joko Soegiarto Tjandra setuju meminta terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. dan Saudari Anita Kolopaking untuk membantu pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung RI melalui Kejaksaan Agung dengan tujuan agar pidana terhadap Joko Soegiarto Tjandra berdasarkan Putusan PK Nomor:12 PK/ Pid.Sus/2009 Tanggal 11 Juni 2009 tidak dapat dieksekusi sehingga Saudara Joko Soegiarto Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
Atas permintaan tersebut, terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. dan Saudara Anita Kolopaking bersedia memberikan bantuan tersebut dan Saudara Joko Soegiarto Tjandra bersedia menyediakan imbalan berupa sejumlah uang sebesar USD 1.000.000 untuk terdakwa PSM untuk pengurusan untuk kepentingan perkara tersebut, namun akan diserahkan melalui pihak swasta, yaitu Saudara Andi Irfan Jaya, selaku rekan terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, SH.,MH. Hal itu sesuai dengan proposal 'action plan' yang dibuat oleh terdakwa PSM dan diserahkan oleh Saudara Andi Irfan Jaya kepada Joko Soegiarto Tjandra. Selain itu, terdakwa PSM, Saudara Andi Irfan Jaya, dan Saudara Joko Soegiarto Tjandra juga bersepakat untuk memberikan uang sejumlah USD 10.000.000 kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung guna keperluan mengurus permohonan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.
Selanjutnya Saudara Joko Soegiarto Tjandra memerintahkan adik iparnya, yaitu Herriyadi Angga Kusuma (almarhum), untuk memberikan uang kepada terdakwa PSM melalui Saudara Andi Irfan Jaya di Jakarta sebesar USD 500.000 sebagai pembayaran down payment (DP) 50% dari USD 1.000.000 yang dijanjikan.
Selanjutnya Saudara Andi Irfan Jaya memberikan uang sebesar USD 500.000 tersebut kepada terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. Kemudian dari uang USD 500.000 tersebut, terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. memberikan sebagian kepada Saudari Anita Kolopaking yaitu sebesar USD 50.000 sebagai pembayaran awal jasa penasihat hukum. Sedangkan sisanya sebesar USD 450.000 masih dalam penguasaan terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H.
Namun, dalam perjalanannya, ternyata rencana yang tertuang dalam "Action Plan" di atas tidak ada satu pun yang terlaksana, padahal Saudara Joko Soegiarto Tjandra telah memberikan DP sejumlah USD 500.000 kepada terdakwa PSM melalui Sdr Andi Irfan Jaya sehingga Joko Soegiarto Tjandra pada bulan Desember 2019 membatalkan action plan dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dari action plan tersebut dengan tulisan tangan "No".
Bahwa perbuatan terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. termasuk perbuatan tindak pidana khusus, yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung sehubungan dengan perkara tindak pidana korupsi terpidana Joko Soegiarto Tjandra dan pemufakatan jahat untuk melakukan penyuapan.
Kemudian sisa uang sebesar USD 450.000 yang berada dalam penguasaan terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. lalu dilakukan penukaran valas melalui sopirnya, Saudara Sugiarto dan Saudara Beni Sastrawan, yang kemudian dari hasil penukaran valas tersebut terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H., melakukan pembelian Mobil BMW X-5, pembayaran dokter kecantikan di Amerika, pembayaran sewa apartemen atau hotel di New York, Amerika, pembayaran dokter home care, pembayaran kartu kredit dan transaksi lain untuk kepentingan pribadi terdakwa serta pembayaran sewa Apartemen Essence Darmawangsa dan Apartemen Pakubowono Signature yang menggunakan cash atau tunai USD sehingga atas perbuatan terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. tersebut patut diduga sebagai perbuatan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi.
Pasal-pasal yang didakwakan kepada Pinangki Sirna Malasari adalah sebagai berikut:
Primair:
Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsidiair:
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dan
Kedua:
Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Baca juga:
Kasus Pinangki Disorot, KPK Minta Penegak Hukum Tak Sampingkan Info Masyarakat
Ketiga:
Primair:
Pasal 15 Jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP
Subsidiair:
Pasal 15 Jo. Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.(dtk)