GELORA.CO - Indonesia tidak boleh menjadi pasar mobil listrik hasil pengembangan negara lain. Atas alasan itu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berharap pengembangan mobil listrik tanah air bisa terealisasi di Indonesia.
Pernyataan Luhut ini didasari kenyataan bahwa kondisi industri otomotif tanah air yang saat ini hampir 96 persen dikuasai mobil produsen Jepang. Dia mengibaratkan bahwa secara teknologi, mobil konvensional Indonesia “dijajah” Jepang.
Hal tersebut tampak dari data penjualan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), yang dikuasai Toyota, Daihatsu, Suzuki, hingga Honda yang berasal dari Jepang.
"Hampir 96 persen itu mobil di Indonesia mobil jepang, tidak ada mobil lain. Jadi kita ini sebenarnya, maaf kalau kita bilang kita ini secara teknologi dijajah oleh Jepang memang iya," ujarnya, Senin (7/9).
Pengembangan mobil listrik merupakan salah satu cara Indonesia bisa keluar dari “penjajahan” Jepang. Pengembangan ini juga terbilang lebih mudah lantaran material mobil listrik banyak tersedia di Indonesia.
“Kita bisa masuk main, jadi pemain mobil dalam negeri. Kenapa? Ya kita pakai Hyundai dulu. Kenapa? Karena kan dia (mobil listrik) hanya butuh lithium baterai dan kedua dia hanya butuh motor, tidak butuh engine," kata Luhut.
Sejurus itu, Penasehat Khusus Bidang Kebijakan Inovasi dan Daya Saing Industri Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Satryo Soemantri Brodjonegoro menegaskan bahwa Indonesia harus memanfaatkan momentum mobil listrik.
Era mobil tanpa emisi harus menjadi momentum agar Indonesia bangkit dan punya industri sendiri.
“Tidak boleh kita abaikan. Ini saatnya Indonesia bangkit kalau mau punya industri nasional," kata Satryo. (*)