GELORA.CO - Peraturan baru tentang pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tidak memuat sanksi tegas berupa diskualifikasi bagi pasangan calon yang melanggar protokol pencegahan virus corona (Covid-19). Padahal sebelumnya, pemerintah, Satgas Covid-19 hingga DPR sepakat perlu ada sanksi tegas.
Peraturan baru itu merupakan hasil rapat yang dilakukan beberapa kali oleh pemerintah, DPR, KPU, Bawaslu dan pihak terkait lainnya. Kesepakatan lalu dituangkan dalam Peraturan KPU No. 13 tahun 2020 yang diundangkan pada Rabu (23/9).
PKPU No. 13 tahun 2020 itu mengatur sejumlah sanksi dalam lima pasal baru. Sanksi bervariasi mulai dari teguran tertulis hingga pelaporan ke polisi.
Pasal 88A ayat (1) mewajibkan seluruh pihak menerapkan protokol kesehatan selama tahapan pilkada. Ayat (2) mengatur teguran tertulis. Sementara ayat (3) kepolisian bisa turun tangan dengan menindak sesuai peraturan perundang-undangan yang ada.
Kemudian di pasal 88B, KPU mengatur larangan arak-arakan saat pengundian nomor urut. Ayat (4) menyebut KPU bisa menunda tahapan pengundian nomor urut sampai seluruh paslon yang melanggar membuat surat pernyataan tidak akan melanggar lagi.
Penundaan dilakukan maksimal satu hari dari jadwal. Kemudian paslon pelanggar tak ikut pengundian, hanya menerima nomor urut sisa.
Pasal 88C ayat (1) melarang jenis kampanye yang berpotensi mengundang kerumunan, seperti konser musik hingga ulang tahun parpol. Ayat (2) mencantumkan ancaman teguran tertulis hingga pembubaran kegiatan.
Kemudian di pasal 88D, KPU mengatur sanksi teguran dan pembubaran bagi kegiatan kampanye yang tak sesuai protokol kesehatan. Jika tak kunjung diindahkan, maka KPU akan melarang paslon tersebut melanjutkan tahapan kampanye.
"Larangan melakukan metode Kampanye yang dilanggar selama 3 (tiga) Hari berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota," bunyi pasal 88D huruf c.
Pasal 88E melarang parpol, paslon, atau tim sukses mengundang balita, anak-anak, ibu hamil atau menyusui, serta lansia dalam kampanye tatap muka. Mereka hanya diperbolehkan mengundang ibu hamil atau menyusui, serta lansia dalam kampanye daring.
Sebelumnya, sejumlah pihak menyarankan sanksi diskualifikasi untuk pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19 selama pilkada. Hal itu diusulkan usai pelanggaran secara berjamaah di masa pendaftaran.
Usulan diskualifikasi muncul mulai dari pegiat pemilu, anggota DPR, hingga Mendagri Tito Karnavian. Namun KPU berkali-kali menegaskan tak bisa menerapkan sanksi tersebut karena tak diatur undang-undang.
"Ada pertanyaan, 'Bisa enggak KPU mendiskualifikasi?' Saya kira tidak karena diskualifikasi ini adalah masalah yang sangat prinsip, tentu KPU harus mendasarkannya kepada undang-undang," kata Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Senin (21/9). (*)