GELORA.CO - Arief Poyuono melontarkan kritik terhadap Menteri BUMN Erick Thohir yang membolehkan perusahaan BUMN memiliki maksimal lima staf ahli.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu ini bahkan menyebut keputusan Erick Thohir itu sebagai pemborosan yang tak bermanfaat.
“Kok direksi BUMN butuh staf ahli sih, yang jumlah hingga belasan? Bahkan gajinya hingga 100 juta,” ujar Arief Poyuono dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/9/2020).
Bahkan, Arief menyebut bahwa banyak staf ahli BUMN yang tak berkompeten dan terkesan dipaksakan.
“Anehnya lagi banyak staf ahlinya dari luar BUMN yang jelas-jelas banyak tidak mengerti dan kompeten dalam mengelola BUMN di tempat mereka,” bebernya.
Selain itu, Arief meyakini bahwa para staf ahli itu tidak menguasai corporate culture-nya BUMN.
“Makanya wajar hanya hitungan jari saja BUMN yang benar-benar bisa profit dan menyetor deviden ke negara,” imbuhnya.
Menurutnya, sejatinya direksi BUMN itu tidak perlu memiliki staf ahli.
Pasalnya, dalam perusahaan plat merah, sudah ada Kadiv dan GM yang jelas-jelas memiliki kemampuan mengelola BUMN.
“Dibandingkan denan staf ahli yang bekerja hanya untuk direksi,” ungkapnya.
Karena itu, Arief menganggap bahwa para staf ahli itu sejatinya mirip seperti ‘mandor kawat’.
“Alias numpang makan agar pendaringan nasi tetap isi,” katanya.
Atas alasan itu pula, Arief menyebut bahwa keberadaan staf ahli itu hanya membuat BUMN semakin boros dalam biaya operasional BUMN.
Jika, sambungnya, Erick Thohir baru tahu dan baru menemukan sekarang banyaknya staf ahli di direksi BUMN, itu menunjukkan kinerjanya yang buruk.
“Ini menunjukan kalau Erick Thohir itu kinerjanya sangat buruk dalam hal controling efisiensi di BUMN,” tandasnya.
Karena itu, ia menyarankan agar direksi BUMN tidak usah merekrut staf ahli lagi.
“Apalagi kalau berasal dari luar BUMN dipastikan tidak akan punya keahlian di tempat mereka ditugaskan,” tandasnya.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menyatakan, SE tersebut diterbitkan untuk tujuan memperbaiki perusahaan plat merah.
“SE ini justru membuat hal-hal yang selama ini tidak transparan dan akuntabel menjadi transparan dan akuntabel,” ujarnya, Senin (7/9/2020).
Sebab, kata Arya, pihaknya menemukan bahwa ada BUMN yang memiliki staf ahli hingga 11 sampai 12 orang.
Arya lantas menyebut bahwa hal itu terjadi di sejumlah BUMN seperti PLN, Inalum dan Pertamina.
“Contoh di PLN dulu itu (staf ahli) belasan, di Pertamina, di tempat lain juga,” katanya.
“Jadi kita rapikan sekarang, dibuat batasannya, hanya boleh lima. Tidak boleh lagi jalan sendiri-sendiri,” sambungnya.
Terkait dengan besaran gaji per bulan yang mencapai Rp50 juta, Arya menyebut bahwa hal itu merupakan bentuk transparansi.
“Ini bagian transparansi BUMN dan semuanya harus akuntabel, jelas, transparan, legal, tidak diam-diam, dan tidak boleh rangkap jabatan,” jelasnya.
Dalam SE Nomor: SE-9/MBU/08/2020 tentang Staf Ahli bagi Direksi BUMN yang ditandatangani Menteri BUMN Erick Thohir disebutkan bahwa direksi boleh menunjuk staf ahli maksimal lima orang.
Mereka juga bakak mendapat honorarium sampai Rp50 juta per bulan disesuaikan kemampuan perusahaan.[psid]