GELORA.CO - Presiden Joko Widodo didesak untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak sekaligus melakukan kebijakan karantina wilayah atau lockdown di daerah-daerah yang menggelar Pilkada.
Hal itu disampaikan analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun. Menurut Ubedilah, Presiden Jokowi sebaiknya memilih berpihak kepada rakyat banyak, juga mendengar dan melaksanakan saran dari NU, Muhammadiyah, KAMI, dan lainnya.
"Sebab, kondisi Covid-19 sudah tak bisa dikendalikan akibat kebijakan new normal yang dilakukan pemerintah beberapa waktu lalu," ujar Ubedilah Badrun kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (24/9).
Penundaan Pilkada, lanjut Ubedilah, bukan berarti meniadakan Pilkada. Namun, hanya sekadar menggeser jadwal pelaksanaan Pilkada hingga kondisi dianggap sudah lebih aman.
"Ini bisa dilakukan dengan cara Presiden membuat Perppu penundaan Pilkada. Ketika Pilkada ditunda, di saat yang sama lakukan kebijakan karantina wilayah di daerah yang menyelenggarakan pilkada yang termasuk zona merah," jelas Ubedilah.
Dengan melakukan karantina wilayah, maka angka penambahan kasus Covid-19 bisa lebih ditekan. Hal tersebut secara langsung akan memberikan rasa aman kepada rakyat.
Sehingga mereka mau datang ke tempat pemungutan suara (TPS), karena Pilkada dilaksanakan dalam kondisi pandemi Covid-19 yang sudah terkendali.
Dengan cara itu, menurut Ubedilah, mudah-mudahan saat Pilkada rakyat sudah (merasa) aman dan mau datang ke TPS, sehingga partisipasi pemilih tidak jeblok.
Tetapi jika Pilkada tidak ditunda dan tidak melakukan karantina di wilayah zona merah, maka rakyat kemungkinan besar hanya akan menjadi korban berikutnya. Menambah jumlah positif Covid-19," pungkas Ubedilah. (Rmol)