GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai penolakan 59 negara terhadap WNI bukti dunia internasional tidak percaya penanganan COVID-19 di Indonesia.
Anehnya, kesalahan itu ditimpakan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang berencana memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total pada 14 September mendatang.
"Lucu saya mendengar pernyataan Ruhut Sitompul yang menuding Anies Baswedan penyebab WNI ditolak 59 negara. Sepertinya dia tidak paham tentang struktur pemerintahan, di mana kalau menyangkut negara, yang bertanggung jawab adalah presiden, bukan gubernur," tutur Refly dalam channel YouTube-nya yang diunggah, Sabtu (12/9).
Dia menegaskan, yang ditolak 59 negara adalah seluruh WNI. Bukan warga yang ber-KTP Jakarta. Warga yang ber-KTP Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat juga ditolak.
Mantan komisaris salah satu BUMN ini juga menyindir seringnya Ruhut melontarkan ide untuk memecat Anies sebagai gubernur. Namun, ketika orang bersuara ganti presiden, dituding makar.
Dia mengingatkan, Anies Baswedan hanya bisa dipecat oleh rakyat melalui DPRD, bukan oleh Menteri Dalam Negeri.
"Mendagri itu bukan atasan gubernur. Gubernur itu kedudukannya sama seperti presiden, cuma beda levelnya. Gubernur di level daerah, presiden level nasional," terangnya.
"Saya heran juga, Ruhut ini senang sekali mendesak orang dipecat padahal dia sendiri mungkin juga dipecat. Saya kurang tahu dan enggak mau tahu juga," sambung Refly.
Dia melanjutkan, intinya penolakan 59 negara terhadap WNI menjadi koreksi besar bagi Presiden Jokowi.
Pertama terlalu meremehkan virus COVID-19. Kedua, tidak fokus pada penanganan COVID-19. Ketiga, terlambat mengambil langkah memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Keempat, tidak kompak dalam koordinasi sehingga berantakan.
"Sejak awal sudah saya kritisi penanganan COVID-19 di Indonesia yang tidak serius. Presiden dan para menterinya terlalu meremehkan virus COVID-19. Bahkan kalau dilihat ke belakang, Anies Baswedanlah yang sejak awal fokus menghentikan penyebaran COVID-19 tetapi kebijakannya selalu dijegal pusat," tandasnya. []