GELORA.CO - Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim yang mempersilakan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pembelian pulsa bagi guru dan siswa dikritisi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Zita Anjani.
Saya dengar penjelasan Mas Menteri di Mata Najwa soal penggunaan dana BOS. Saya miris ngeliat sekelas menteri jago sekali muter-muter bicaranya," ungkapnya kepada Kantor Berita Politik RMOLJakarta, Jumat (7/8).
Menurut Zita, kebutuhan pulsa siswa untuk pembelian kuota per bulan bisa menghabiskan anggaran sebesar 100 ribu rupiah. Namun bila anggaran internet tersebut mengambil dari dana BOS, maka anggaran BOS yang biasanya digunakan untuk beragam pembiayaan tak akan mencukupi.
"Contohnya pada SMP. Per siswa 1,1 juta/tahun. Kalau di sebuah sekolah swasta ada 161 orang, maka ada 177 juta. Kalau per anak butuh 100 ribu per bulan untuk internet, sisanya cuma 32 juta buat bayar gaji honorer, listrik, renovasi, dan lainnya. Ini kan tidak masuk akal," jelas Zita.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu memahami jika dana BOS tahun ini meningkat 6,03% di banding tahun 2019. Namun penambahan tersebut tidak bisa disimpulkan cukup untuk membantu kebutuhan internet siswa.
Terlebih lagi, lanjut Zita, berdasarkan data Kemendikbud di tahun 2018, ada 41.458 sekolah yang masuk dalam kategori tertinggal dan sangat tertinggal.
Artinya, ada puluhan ribu sekolah yang harus mengandalkan dana BOS. Dengan dialokasikan dana BOS untuk biaya internet bagi siswa, akan sangat menguras anggaran yang harusnya di peruntukkan untuk sekolahnya," tegasnya.
"Sesederhana itu saja Mas Menteri tidak bisa pikirkan. Apalagi kebijakan ini dilimpahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah, sehingga akan banyak tuntutan dari orang tua kepada kepala sekolah. Ini sama saja Mas Menteri lempar batu sembunyi tangan," tutup politisi yang juga putri Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan tersebut. (Rmol)