GELORA.CO - Tingkat keakuratan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 5,32 persen di Kuartal II-2020 dipertanyakan.
Salah satunya oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono. Menurutnya, dengan adanya pandemik Covid-19 ini membuat banyak perubahan bagi tatanan kehidupan manusia di dunia dan terjadi perubahan data ekonomi maupun sosial.
"Nah pertanyaannya sekarang, apakah benar bahwa indeks pertumbuhan ekonomi di kuartal II kemarin itu benar-benar minus 5,3an atau nanti misalnya September bisa turun?, kata Arief Poyuono dalam diskusi virtual bertajuk "Bincang Nasional: Menakar Keberhasilan Komite Penanganan Covid-19 Serta Pemulihan Ekonomi Nasional", Minggu (30/8).
"Apakah benar sudah dilakukan perhitungannya secara aktual oleh BPS?" imbuhnya.
Karena kata Arief, dalam keadaan krisis seperti ini bukan hanya dibutuhkan sebuah extraordinary dalam bekerja dan kecepatan, melainkan juga dibutuhkan data.
"Seperti kita naik menjadi pilot pesawat jet atau pun pesawat baling-baling ya, kita semua harus punya data tentang keadaan cuaca kita di depan akan seperti apa, karena pesawat jet tuh lebih cepat jalannya dibanding propeller, tetapi kalau kita punya data yang baik semua punya kompas yang baik ya, pasti kita bisa melewati halangan-halangan itu," jelasnya.
Selain itu, Arief pun mempertanyakan penyusunan anggaran PEN dan penanggulangan Covid-19 apakah sudah benar-benar sesuai dengan target atau tidak.
"Karena saya melihat dalam mitigasi data mengenai jumlah orang yang terkena covid ataupun sektor-sektor usaha yang turun produksinya itu semuanya keakuratannya masih perlu kita pertanyakan," ujarnya.
"Artinya, apakah benar, bisa menghitung benar bahwasanya yang namanya indeks pertumbuhan ekonomi 5,3 itu nyata?. Karena kan saya bukan seorang ekonom, tapi saya ngerti sedikit," sambung Arief.
Menurutnya, perhitungan PDB yang dilakukan BPS hanya pada sektor formal. Sedangkan berdasarkan sebuah jurnal penelitian bahwa underground ekonomi Indonesia sekitar 56 persen.
Arief pun memberikan contoh seperti apa yang terlihat di pinggir jalan. Di mana, di saat Covid-19 ini banyak masyarakat yang menggunakan masker kain produksi rumahan dibanding masker yang diproduksi oleh pabrik.
Kalau yang produksi pabrik memang tercatat sebagai jumlah produk yang dihasilkan oleh usaha industri masker. Tetapi pertanyaannya kalau kita lihat di jalan-jalan di seluruh Indonesia itu kebanyakan orang gak pakai masker yang dari pabrik tuh, kebanyakan yang dari kain kaya saya begini. Boleh dilihat. Nah apakah ini dihitung di dalam PDB kita?" tanya Arief.
"Jadi itu lah underground kita yang sebenarnya ekonomi Indonesia gak ada masalah. Mungkin di sektor formal saja yang akan terjadi permasalahan akibat Covid-19 ini," pungkasnya. (Rmol)