GELORA.CO - Ahli cagar budaya DKI Jakarta Profesor Mundardjito menegaskan belum ada kajian cagar budaya terhadap gedung utama Kejaksaan Agung yang terbakar pada Sabtu (23/8). Menurutnya, untuk menjadikan suatu benda sebagai cagar budaya perlu dilakukan penelitian dan butuh waktu panjang.
Selain memerlukan waktu, Mundardjito menuturkan, nilai sejarah yang ada pada satu benda juga patut menjadi pertimbangan.
"Setiap yang mau kita lakukan cagar budaya, diteliti dulu, dikaji. Bukan umur atau tua saja, ada bentuknya, nilai pentingnya apa dari sejarah," kata Mundardjito, Selasa (25/8).
Pria yang menjabat sebagai Ketua TACB DKI ini menambahkan, proses penetapan cagar budaya dilakukan dengan berbagai cara, seperti satu institusi, keluarga, atau kelompok yang mengajukan penilaian kepada tim ahli cagar budaya (TACB) untuk ditetapkan sebagai cagar budaya. Atau pemerintah berinisiatif mengajukan satu benda untuk dijadikan cagar budaya karena memiliki nilai sejarah.
Lebih lanjut, ia menyebutkan dasar utama satu cagar budaya adalah usia benda. Namun menurut Mundardjito, usia saja tidak cukup.
"Sesuatu dilestarikan karena dasarnya, umur salah satunya, kita kaji dulu. Perlu berhari-hari, enggak bisa sekaligus. Teliti dulu, bentuknya, sebagainya, baru setelah itu kita tetapkan," jelasnya.
"Setelah itu diserahkan ke TSP, tim sidang pemugaran. Kalau dia mau ditambah, diapain, setelah di-cagar budayakan, mau diperkuat di situ (TSP) dibahas."
Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Bidang Perlindungan Budaya Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Norviadi Setio Husodo menyatakan Gedung utama Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan belum tercantum sebagai cagar budaya berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 475 tahun 1993 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya.
Namun, kata dia, gedung utama yang terbakar tersebut berada di wilayah pemugaran dan saat ini masih diproses sebagai cagar budaya.
"Sesuai SK gubernur tentang kawasan pemugaran (tahun 1975), dan bangunannya masuk dalam kriteria dan sedang di proses sebagai cagar budaya. Maka diperlakukan sebagai bangunan cagar budaya," ucap Norviadi saat dihubungi, Senin (24/8).
Norviadi membenarkan bila untuk proses renovasi Gedung utama Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan harus berdasarkan aturan bangunan cagar budaya.
"Betul harus berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, perlakuan renovasi terhadap bangunan yang diduga cagar budaya sama dengan bangunan yang telah diputuskan sebagai cagar budaya," kata Norviadi saat dihubungi, Senin (24/8/2020).
Saat ini lanjut dia, gedung utama yang terbakar tersebut berada di wilayah pemugaran dan masih diproses sebagai cagar budaya. Karena hal itu, pihak Kejaksaan Agung harus berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta. [mdk]