Tak Didukung Bukti Sejarah, Kelompok Hindu India Klaim Lokasi Masjid Babri sebagai Situs Dewa Rama

Tak Didukung Bukti Sejarah, Kelompok Hindu India Klaim Lokasi Masjid Babri sebagai Situs Dewa Rama

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Pemimpin ultra nasionalis Hindu India, Narendra Modi, akan menghadiri upacara peletakan batu pertama di Ayodhya, Rabu (5/8). Acara ini puncak kampanye selama puluhan tahun untuk membangun sebuah kuil di situs masjid bersejarah yang dihancurkan oleh massa pada 1992.

Perdana Menteri India Narendra Modi akan meletakkan batu fondasi di lokasi yang dulunya adalah masjid bersejarah di kota utara Ayodhya. Masjid Babri, dihancurkan oleh gerombolan Hindu sayap kanan pada 1992, yang pada saat itu dikabarkan dihasut oleh para pejabat dari Partai Bharatiya Janata (BJP), partai pendukung perdana menteri.

Pembangunan sebuah kuil untuk menghormati dewa Hindu, Rama, yang diyakini lahir di lokasi tersebut oleh banyak anggota nasionalis Hindu, menjadi tujuan utama partai dan para pendukungnya. Pada Rabu (5/8), Modi akan meletakkan batu bata perak seberat 40kg di lokasi tersebut, yang memanas selama puluhan tahun akibat perselisihan hukum atas status bekas situs masjid Babri.

Acara, yang akan disiarkan langsung di televisi India itu, juga akan ditandai dengan doa Veda. Tanggal 5 Agustus, juga menandai peringatan pertama pencapaian Modi dan BJP lainnya, yang lama dirintis oleh kaum nasionalis Hindu, yakni pencaplokan wilayah Kashmir yang kini dikelola India.

Persetujuan untuk pembangunan kuil tersebut berasal dari Mahkamah Agung India pada 2019, yang menawarkan kepada umat Islam sebuah situs pengganti di dalam Ayodhya, untuk rekonstruksi masjid yang dihancurkan. Dilansir laman trtworld.com, putusan pada 2019 tersebut adalah pembalikan dari keputusan pengadilan pada 2010 sebelumnya, yang membagi lahan bekas masjid Babri antara Hindu dan Muslim.

Sejarah Panjang

Banyak orang Hindu menganggap Ayodhya sebagai tempat kelahiran Dewa Rama, tetapi di era modern sekarang, wilayah Ayodhya dalam legenda Hindu tersebut menjadi sengketa di antara umat Hindu sendiri. Perdana Menteri Nepal Khadga Prasad Sharma Oli, misalnya, menuduh India melanggar batas budaya karena bersikeras mengklaim bahwa Dewa Rama lahir di Ayodhya India, sementara menurut Oli, situs tersebut sebenarnya berada di Nepal modern.

“Kami masih percaya bahwa kami memberikan Sinta kepada Dewa Rama. Tetapi kami memberikan kepada pangeran dari Ayodhya, bukan India. Ayodhya adalah sebuah desa sedikit di sebelah barat Birgunj, bukan Ayodhya yang dibuat sekarang,” kata Oli bulan lalu.

Menurut almarhum sejarawan India, Sarvepalli Gopal, pemukiman manusia di Ayodhya modern hanya dapat ditelusuri kembali hingga 2.800 tahun yang lalu. Sedangkan legenda Dewa Rama berakar pada legenda Hindu beberapa milenium lebih jauh dalam sejarah, yakni sekitar 5.000 tahun yang lalu.

Bahkan jika Ayodhya modern diterima sama dengan Ayodhya dalam legenda, tidak ada bukti arsitektur yang meyakinkan untuk mendukung klaim bahwa situs bekas masjid Babri, sebelumnya adalah situs candi Hindu. Namun demikian, setelah pemerintahan Kerajaan Inggris di India berakhir, para nasionalis Hindu semakin mengidentifikasi situs masjid Babri dengan situs candi asli Dewa Rama dan situs kelahirannya.

Perselisihan dimulai pada 1949 ketika kaum nasionalis Hindu menempatkan dua berhala di dalam masjid, yang akhirnya dipindahkan, atas perintah Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru saat itu. Nehru mengatakan bahwa ia sangat terganggu oleh peristiwa itu.

Masjid Babri dibangun pada abad ke-16 atas perintah seorang raja Muslim, aKaisar Mughal Babur pertama, anggota dinasti Turco-Mongol Timurid, yang berakar di Asia Tengah. Pada 1984, nasionalis Hindu memulai kampanye mereka untuk menghancurkan masjid dan membangun sebuah kuil di lokasi itu.

Setelah beberapa kerusuhan dengan kekerasan di awal sembilan puluhan, kaum nasionalis Hindu yang didukung oleh pejabat dalam pemerintahan negara bagian Uttar Pradesh, berhasil menghancurkan masjid itu pada 1992. Sebuah surat oleh sejumlah pelajar India di Inggris, yang diterbitkan oleh New York Times tak lama setelah pembongkaran, mengecam peristiwa kekerasan tersebut.

“Ayodhya bukan sengketa agama, tetapi perjuangan antara perangai India yang sekuler, intoleran, dan liberal di satu sisi, dan fasis dan fanatik sektarian di sisi lain,” isi surat tersebut diikutip TrTWorld.

Menyusul kehancuran masjid, kerusuhan yang terjadi antara umat Hindu dan Muslim, menyebabkan kematian atas lebih dari 2.000 orang. Terlepas dari kekerasan dan kecaman internasional, upaya untuk membangun kuil berlanjut sampai akhirnya mereka berhasil di pengadilan.

Kebangkitan Nasionalis Hindu

Pembangunan kuil di situs Masjid Babri adalah salah satu keberhasilan di antara banyak pencapaian para Nasionalis Hindu. Di bawah BJP, India menyaksikan pergeseran dari tatanan sekuler yang mereka anut sejak kemerdekaan pada 1947, menjadi karakter yang lebih berakar pada gagasan Hindu yang diatur oleh kelompok sayap kanan.

BJP juga dinilai merusak status quo berusia puluhan tahun di wilayah Himalaya yang berpenduduk mayoritas Muslim yang dikelola India, dengan melepaskan otonomi khusus dan mencabut perlindungan konstitusionalnya. Langkah ini membuka jalan bagi penyelesaian wilayah oleh warga India biasa, suatu perkembangan yang bisa menggeser demografi daerah yang disengketakan.

Politisi BJP juga memiliki rencana untuk peluncuran yang luas dari Daftar Warga Nasional (NRC), yang mencatat jutaan Muslim yang tidak proporsional, akan kehilangan kewarganegaraan India mereka, atas dasar bahwa mereka keturunan dari orang-orang yang bermigrasi secara ilegal dari negara tetangga.

Undang-undang Amandemen Kewarganegaraan (UU CAB) yang terpisah, memungkinkan orang-orang dari kepercayaan non-Muslim yang kehilangan kewarganegaraan mereka, bisa kembali untuk mendapatkannya, dan memberikan kewarganegaraan kepada para pengungsi, kecuali bagi mereka yang Muslim. Kebijakan resmi ini disertai dengan meningkatnya kekerasan jalanan terhadap Muslim. Pada Februari lalu, kerusuhan di ibukota India, New Delhi, menewaskan 53 orang, yang mayoritas adalah Muslim.

Kasus-kasus yang disebut main hakim sendiri terhadap umat Islam juga meningkat, karena gerombolan Hindu menargetkan Muslim yang mereka tuduh membunuh dan memakan hewan, yang dianggap suci dalam agama Hindu. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita