Ia harus berjualan tisu di pinggir jalan demi membeli kuota internet. Kemudian meminjam hape untuk belajar daring.
Bagi Anatasya, belajar paling utama. Dalam mendukung pembelajaran secara daring, Anatasya meminjam ponsel tetangganya setiap hari
"Untuk beli paket ini ya jualan tisu di perempatan jalan. Jualan tisu ini setiap hari. Misalnya belajar dari jam 8 pagi sampai jam 1 siang. Yauda nanti jualannya dari situ sampai malam sampai jam 10 atau 11," ungkap Tasya, Minggu (26/7/2020)
Tasya menuturkan bahwa dari hasil menjual tisu ini, ia bisa mendapatkan uang sebesar Rp 50 ribu per hari, namun tidak secara menentu.
Tasya sendiri berniat mengumpulkan uang untuk membeli ponsel sendiri
Ia menuturkan bahwa ia mengakui rasa sulit harus meminjam ponsel setiap hari dari tetangganya
"Susah pastinya karena minjam-minjam handphone orang setiap pagi, itu pun segan membangunkan orang pagi-pagi," ujarnya
Setiap pagi, Tasya meminjam ponsel tetangganya mulai pukul 08.00 pagi saat pembelajaran dimulai dan akan dikembalikan setelah pembelajaran selesai
Selain itu, Tasya mengakui bahwa pembelajaran daring ini kurang efektif lantaran beberapa guru hanya memberikan tugas tanpa ada penjelasan yang dapat dimengerti dirinya
"Pembelajarannya kurang, kadang tidak masuk ke otak, jadi kurang pengertian kalau cuma sekilas aja dijelaskan. Gurunya hanya memberi tugas saja banyak-banyak," ucap Tasya
Tasya yang bercita-cita ingin jadi bagian dari Angkatan Darat ini ingin sekali memiliki ponsel agar dapat belajar dengan serius
"Pengen banget punya HP dan ingin bergabung dengan teman-teman untuk kembali belajar, semoga pandemi ini cepat berlalu agar tidak ada lagi belajar online," ucapnya
Ditemui di tempat terpisah, Nova Ariyani, ibu Tasya tampak sedang menjahit sebuah alas keset kaki di sebuah rumah sederhana yang ia tempati bersama ketiga anaknya
Nova yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dan penjahit keset kaki ini juga turut mengungkapkan rasa sedihnya belum mampu membelikan Tasya ponsel untuk belajar
"Dia ini belum punya handphone, jadi kalau dia mau belajar ini pakai punya tantenya. Diakan sudah SMP, jadi belajar online tidak ada HP ini kan susah. Kadang kasihan juga saya melihat dia. Beli paket terus, kalau iya ada duit kalau tidak ya bagaimana saya belikan dia paket. Inipun pekerjaan saya begini lah (jahit alas kaki) sama pembantu rumah tangga," ujar Nova
Wanita berusia 40 tahun ini hari-harinya membuat 20 keset kaki dengan penghasilan total Rp 45 ribu per hari. Dengan kondisi serba pas-pasan ini, ia mengakui belum mampu membelikan HP untuk anaknya
"Jahit alas kaki ini untuk makan sehari-hari. Kalau uang dari bekerja di tempat orang itulah untuk bayar sewa rumah. Itulah kami tutup lobang gali lobang tiap hari
Tasya sempat pernah bilang mau beli handphone, 'mak beli handphone lah mak' tapi saya suruh dia bersabar jika nanti ada rezeki saya beli. Kesulitan ini karena juga saya yang kerja sendiri. Awaklah emak awaklah ayah," tutur Nova. Nova mengungkapkan bahwa anaknya cukup rajin belajar
"Dia mulai belajar jam 8, sarapan dulu baru pergi ambil HP, biar ada paketnya ya jualan lah dia. Sempat juga dia mengeluh 'sampai kapan lah ya mak kayak gini'," ujarnya
Tambahnya, Nova berharap agar sang anak dapat berhasil di kemudian hari dan tercapai segala cita-cita anaknya
"Harapannya ini sampai sukseslah dia sekolah, jangan sampai kayak awak yang tidak sekolah gitu. Kalau bisa tercapailah cita-cita dia," pungkas Nova. (*)