Pidato Kenegaraan Jokowi Sebatas Memberi Harapan Tanpa Realisasi Yang Jelas

Pidato Kenegaraan Jokowi Sebatas Memberi Harapan Tanpa Realisasi Yang Jelas

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ada yang menarik dari pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo dalam sidang tahunan MPR 2020 Jumat kemarin (15/8).

Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS) Gde Siriana Yusuf menyoroti satu aspek kehidupan yang diangkat Jokowi, yaitu soal pemulihan ekonomi nasional untuk meminimalisir krisis ekonomi akibat pandemik virus corona baru (Covid-19).

"Saya ambil contoh, dengan kondisi krisis dan kelemahan-kelemahan di sektor ekonomi (sekarang) ini, pemerintah menyampaikan pidato kenegaraan dengan tema 'Membangun Kembali Manufaktur Indonesia'," ujar Gde Siriana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (17/8).

Tema yang diangkat Jokowi, menurut aktivis Bandung Initiatives akan menjadi haluan dan panduan bagi negara dan rakyat untuk menjalani hari esok yang penuh tantangan.

“Artinya membangun kembali manufaktur juga berarti menjadi prioritas negara untuk memperbaiki fundamental ekonomi nasional. Ia juga memberikan harapan rakyat untuk perubahan yang nyata," katanya.

Beberapa perubahan nyata dari apa yang akan dikerjakan pemerintah dalam membangun manufaktur di Indonesia disebutkan Gde Siriana, di antaranya harapan bagi para tenaga kerja yang saat ini kena PHK atau dirumahkan, harapan bagi para petani untuk diserap hasil produksinya oleh manufaktur pertanian.

"Dan bahkan harapan bagi bank untuk memutar kembali kredit usaha yang produktif, harapan bagi para kontraktor pabrik-pabrik baru, harapan bagi para ahli IT untuk membangun sistem-sistem dan aplikasi bagi pabrik-pabrik baru," sambungnya.

Namun begitu, secara umum Gde Siriana berpendapat pidato Presiden Jokowi terlalu normatif, alias tak jauh berbeda dengan pidato-pidato sebelumnya yang hanya bisa memberikan harapan kepada rakyat, namun tidak tentu jelas realisasinya.

Apakah memberikan rakyat harapan baru bahwa Indonesia akan keluar dari krisis dan sekaligus mengubahnya menjadi peluang melakukan lompatan besar?" tanyanya.

"Saya kira tidak. Jika memilih diksinya saja sudah ngawur bagaimana dengan isinya? Hancurnya pidato presiden ini sebagai tanda, bahwa ada pemerintah dan rakyat dalam membaca krisis dan harapan," demikian Gde Siriana menutup. (Rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita