GELORA.CO - Analis Lowy Institute Ben Bland membeberkan sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam buku biografi yang ditulisnya dengan judul ‘Man of Contradictions: Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia’.
Dalam buku yang rencananya akan dipublikasi pada 1 September 2020 itu, Bland menuliskan kisah Jokowi dari sejak nol.
Mulai dari tinggal di sebuah gubuk sederhana di tepi sungai, sukses sebagai pengusaha furnitur sampai melangkah ke dunia politik dan menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Dilansir Sydney Morning Herald yang diterbitkan pada 13 Agustus lalu, disebutkan bahwa buku itu bisa menjadi panduan bagi Australia untuk menjajaki kerjasama dengan Indonesia (Jokowi).
Bland sendiri adalah sosok yang sudah belasan kali mewawancarai Jokowi.
Mulai semasa masih menjabat sebagai Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta dan sampai pada 2014 lalu saat menjadi Presiden.
Koresponden untuk Times Financial di Jakarta, Hong Kong dan Hanoi itu mengungkap sifat Jokowi yang aneh dan gaya kepemimpinan yang tidak terorganisir.
Bland mencontohkan rencana pembangunan Ibukota baru di Kalimantan.
“Tidak ada analisis yang tepat tentang proyek infrastruktur mana yang akan paling meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas,”
“Sebaliknya, dia hanya mendorong proyek tergantung di mana dia berkunjung,” ujar Bland.
Ia juga mengkritik ketidakhadiran Jokowi dalam Sidang Umum PBB.
“Dalam lima tahun pertamanya, Jokowi tidak menghadiri satu pun Sidang Umum PBB,” sambung Direktur program Asia Tenggara di Lowy Institute itu.
Bland juga menyoroti kerasnya Jokowi menarik investasi dari siapapun yang memiliki uang tunai terbanyak.
Dan yang paling dituju adalah dengan menggandeng China dalam banyak pembangunan infrastruktur.
Semisal pembangunan jalan, jembatan, pembangkit listrik, pelabuhan, jalur kereta cepat Jakarta-Bandung yang menjadi mercusuar.
Bland juga memberikan penilaian tentang kerasnya prioritas Jokowi di tengah ketegangan antara Amerika Serikat, China, dan negara-negara Asia Tenggara atas Laut China Selatan.
Disebutnya, para pemimpin negara Barat saat ini memang sedang membutuhkan mitra baru di Asia untuk membantu melawan China.
Namun, Jokowi tidak punya waktu membangun kekuatan politik besar. Kepada para politisi di Australia.
Karena itu, Bland mengingatkan Canbera agar tidak terlalu tinggi berekspektasi kepada Jokowi.
Terutama bagi mereka yang menaruh harapan Jokowi membuka ekonomi Indonesia untuk investasi Australia dan berdiri di kawasan itu sebagai kekuatan penyeimbang melawan China.
“Bagaimanapun, dia tetap dibatasi oleh komitmen mendalam Indonesia untuk mempertahankan otonomi strategis dan menghindari keterlibatan asing,” ujar Bland.
Lulusan Universitas Cambridge ini juga menyinggung juga mengkritik penanganan Covid-19 oleh Jokowi.
Disebutkan, Pemerintahan Jokowi dalam hal ini menunjukkan sifat terburuknya.
Mulai dari mengabaikan nasihat ahli, kurangnya kepercayaan pada masyarakat sipil, dan kegagalan mengembangkan strategi yang koheren.
Akibatnya, terjadi ledakan pengangguran sampai dengan dua juta jiwa.
Selain itu, Indonesia juga menjelma menjadi negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara.[psid]