GELORA.CO - China semakin aktif menargetkan infrastruktur pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) yang akan diselenggarakan pada 3 November 2020.
Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Robert O'Brien pada Minggu (9/8) mengatakan, para peretas yang memiliki keterkaitan dengan pemerintah China sudah melakukan upaya infiltrasi terhadap sistem pemilu AS.
Pernyataan O'Brien tersebut cukup mengejutkan lantaran melebihi laporan dari Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) yang dirilis pada Jumat (7/8). Di sana hanya dijelaskan, China berusaha untuk memperluas pengaruhnya dalam pemilu AS, tanpa secara khusus mengaitkan dengan upaya peretasan.
"Mereka ingin presiden kalah," ujar O'Brien dalam suatu wawancara, mengutip South China Morning Post.
"Mereka telah terlibat dalam serangan dan penipuan dunia maya, hal-hal semacam itu, sehubungan dengan infrastruktur pemilu kami, sehubungan dengan situs web dan semacamnya," tambahnya.
O'Brien mengungkap, para peretas mencoba menyusup ke situs web milik kantor Departemen Luar Negeri di seluruh negeri yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan di tingkat lokal dan mengumpulkan data mengenai orang Amerika.
"Ini adalah masalah yang nyata dan bukan hanya Rusia," kata O'Brien.
"Akan ada konsekuensi berat bagi negara mana pun yang mencoba untuk ikut campur dalam pemilu yang bebas dan adil," tekannya.
Hingga saat ini, baik Dewan Keamanan Nasional maupun ODNI enggan memberikan komentar atau mengklarifikasi komentar O'Brien.
Sementara itu, China telah berulang kali menolak klaim AS terkait campur tangan Beijing dalam pemilu dan upaya peretasan.
"Pemilihan presiden AS adalah urusan internal, kami tidak tertarik untuk ikut campur di dalamnya," ujar jurubicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang pada April.
Dari berbagai tinjauan badan intelijen AS, campur tangan asing kerap muncul dalam pemilihan. Pada 2016, Rusia diduga melakukan intervensi untuk meningkatkan peluang kemenangan Presiden Donald Trump dan melemahkan saingannya, Hilary Clinton.[rmol]