GILA memang. Harga vaksin yang diimpor dari China oleh Bio Farma akan bertarif Rp 440 ribu kata Erick Thohir. Cukup mahal artinya hanya orang yang bisa membayar yang bisa divaksin.
Bagi orang yang mampu tentu uang sebesar itu tidak ada persoalan. Berbeda dengan masyarakat pada umumnya, khususnya orang yang dikategorikan miskin, maka nilai itu tentu sangat dirasakan berat.
Pemerintah memang aneh. Ngotot memaksakan untuk dapat mengambil dan menggunakan dana APBN demi Covid-19 tanpa akibat hukum melalui Perppu 1/2020. Lalu mendapat dukungan mudah dari DPR RI melalui UU 2/2020 sebagai persetujuan atas Perppu. Akan tetapi untuk vaksin ternyata dibebankan kepada rakyat masing-masing.
Covid-19 adalah penyakit mematikan. Pandemik yang menggoncangkan dan berdampak bukan saja kepada aspek kesehatan tetapi juga sosial, ekonomi, bahkan politik. Pemerintah pun menetapkan status darurat kesehatan dengan PSBB sebagai pilihan kebijakan berdasarkan UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Penandatanganan "kerjasama" impor 50 juta dosis vaksin dari China pada tanggal 20 Agustus di Hainan itu akan ditindaklanjuti dengan pengiriman mulai bulan Nopember 2020 hingga Maret 2021.
Penyuntikan vaksin massal pun nantinya akan dilakukan. Masalahnya adalah biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat itu sendiri cukup mahal. Malah ada yang mencurigai jangan-jangan pemerintah sedang berbisnis.
Rakyat mengalami kesulitan bertingkat. Tingkat satu tertekan oleh serangan pandemik Covid-19, sekurang-kurangnya stress dengan protokol kesehatan.
Tingkat dua dampak yang mengikuti baik soal kerugian usaha, kesempitan lapangan kerja, atau silaturahmi yang terkendala. Kini akan memasuki tingkat tiga yaitu membayar mahal biaya vaksin China.
Rakyat akan semakin merasakan ketidakhadiran negara. Negara yang hanya bisa menguras dan memeras. Negara pemberi fasilitas orang kaya sedang si miskin semakin menderita.
Kini dengan vaksin Rp 440 ribu, maka akan bertambah berat beban si miskin untuk sehat. Orang miskin tidak boleh sehat.
M. Rizal Fadillah
Pemerhati sosial dan politik