GELORA.CO -Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono menduga ada "main mata" antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan grup usaha Djoko Soegiarto Tjandra.
Menurut Arief, dugaan main mata itu terkait pelaksanaan kebijakan Dewan Komisioner OJK yang terindikasi mengakibatkan peningkatan biaya yang digunakan oleh OJK.
"Keputusan Dewan Komisioner OJK untuk menyewa gedung Wisma Mulia 1 dan Wisma Mulia 2, tetapi kemudian hanya memanfaatkan sebagian gedung Wisma Mulia 2 mengakibatkan pengeluaran uang untuk sewa gedung Wisma Mulia 1 dan sebagian gedung Wisma Mulia 2 tidak bermanfaat alias mubazir," demikian analisa Arief Poyuono, Sabtu (1/8).
Arief Poyuono melihat ada keanehan karena lembaga sebesar OJK tidak mampu menyewa konsultan untuk mengukur kebutuhan luas kantor yang sesuai dengan jumlah pegawai di lembaganya.
"Bukti yang lengkap Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2018 BPK, secara keseluruhan, hasil pemeriksaan perencanaan dan penggunaan penerimaan pungutan OJK mengungkapkan Dimana OJK membayar service charge (biaya pelayanan) pada 2018 sebesar Rp57,05 miliar," demikian ungkap Arief.
""OJK tidak memanfaatkan Gedung Wisma Mulia I, sehingga beban dibayar dimuka per 31 Desember 2018 sebesar Rp 303,12 miliar tidak memiliki manfaat," demikian arief mengutip dari IHPS I 2019 BPK.
Indikasi keanehan, dalam analisa Arief semakin menguat karena saat ramai diperbincangkan publik, OJK langsung melayangkan gugatan perdata terkait biaya sewa gedung Mulia.
Dengan sikap OJK itu, Arief menduga cara itu untuk menghilangkan kasus sewa Wisma Mulia I dan II dari jeratan kasus dugaan korupsi.
"Dewan Komisioner OJK sudah merugikan negara dan para nasabah perbankan Indonesia dan Perbankan yang membayar iuran pada OJK, serta berpotensi memperkaya pihak lain. KPK dan Kejaksaan Agung harus memeriksa proses sewa menyewa Wisma Mulia 1 dan 2 oleh OJK kepada Group Usaha Joko S Chandra," demikian tuntutan Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu.(rmol)