GELORA.CO - Masalah tata kelola Pekerja Migran Indonesia Anak Buah Kapal (PMI ABK) ibarat masalah menahun yang belum kunjung tuntas.
Korban ABK yang meninggal maupun yang mengalami eksploitasi masih belum mereda, terakhir kasus PMI ABK di dalam freezer pendingin di Kapal berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 117, yang ditemukan meninggal dunia dalam freezer di Batu Cula, Selat Philip, Batam, 8 Juli 2020 lalu.
Rentetan masalah PMI ABK seolah menjadi masalah tanpa ujung penyelesaian. Padahal sektor PMI ABK merupakan sektor potensial karena dapat membantu menyerap tenaga kerja bahkan ketika krisis ekonomi tengah melanda dunia.
Sektor ini membutuhkan penataan menyeluruh, dari hulu-hilir, terutama dalam menghadirkan pelindungan dan pencegahan potensi eksploitasi.
Peran semua pihak dibutuhkan, baik NGO, pelaku usaha (manning agency) dan juga pemerintah untuk bersama-sama memperbaiki kebijakan fundamental pembenahan tata kelola PMI ABK.
Usaha perbaikan itu coba dilakukan Badan Buruh Pekerja Pemuda Pancasila (B2P3). Rabu kemarin (12/8), B2P3 menggelar Indonesia Labor Forum (ILF) dengan topik "Tata Kelola ABK: Sampai Kapan Kau Gantung Derita Ini..?", di Aula Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Jalan MT Haryono Kav 52, Jakarta.
Ketua Umum B2P3, Jamaludin Suryahadikusuma menyatakan forum ini akan digelar secara rutin melibatkan semua unsur tripartit yang terlibat dalam tata kelola pekerja. Untuk tahap pertama pihaknya mengangkat masalah tata kelola ABK karena sudah terlalu lama ABK menjadi korban ketidakpastian aturan.
"Negara harus segera hadir mengatasi masalah tata kelola PMI ABK. Jangan hanya membuat langkah karitatif apalagi sekedar pencitraan ketika ada kasus kekerasan atau ada ABK menjadi korban," ujar Jamaludin.
Menurut Jamal, ribuan ABK bekerja di berbagai kapal asing di seluruh dunia dan memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan ekonomi Indonesia. Namun pemerintah sampai saat ini belum mengambil nyata untuk memberikan perlindungan. Bahkan terkesan ada proses pembiaran sehingga masalah terus terjadi.
"Kita ingin semua pihak duduk bersama mengambil langkah besar untuk perbaikan tata kelola ABK dan pelindungan konstruktif bagi pekerja ABK," tambah Jamal yang pernah menjadi anggota Satgas TKI Terancam Hukuman Mati Era Presiden SBY.
Sementara itu, BP2MI siap menfasilitasi forum dialog untuk menjadi media partisipasi stakeholder.
"Sudah tidak waktunya kita bekerja sendiri-sendiri, pemerintah memiliki keterbatasan dan perlu menggandeng masyarakat sipil untuk melahirkan kebijakan yang berpihak," tegas Kepala BP2MI, Benny Rhamdani di forum yang sama.
Benny berjanji akan mendengarkan aspirasi kalangan sipil dalam menyusun dan mengeluarkan kebijakan tentang tata kelola ABK.
"Atas nama pemerintah saya minta maaf atas berbagai kejadian yang menimpa pekerja ABK. Kita komit untuk memberikan perlindungan kepada pekerja migran pada umumnya dan ABK," tambah dia.
Indonesia Labor Forum (ILF) dihadiri Kepala BP2MI Benny Ramdhani, Asdep Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenko Marves Basilio Arraujo, PLT Dirjen Binapenta Kemenaker Aris Wahyudi, pakar hukum tata negara Said Salahudin, Hendra Setiawan (Serikat Pekerja Perikanan Indonesia-SPPI), Del Agus (Indonesian Fishery Manning Agency IFMA), Tohana (Indonesian Ship Manning (ISMA), dan Chairul Hadi (Badan Buruh Pekerja Pemuda Pancasila-BP2PP).
Menurut Jamal, ILF akan berkeliling ke berbagai tempat dan secara serial akan mengangkat masalah masalah buruh secara fundamental.
"Kita ingin masalah buruh diselesaikan secara mendasar. Hanya dengan cara itu negara akan dirasakan hadir di mata rakyat," pungkasnya. (Rmol)