Merdeka 75 Tahun Masih Saja HIP…HAP…PIP…HUB: Saatnya Kembali ke UUD 1945 Asli

Merdeka 75 Tahun Masih Saja HIP…HAP…PIP…HUB: Saatnya Kembali ke UUD 1945 Asli

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

Oleh:Choirul Anam
 JIKA bukan Megawati tukang perasnya, lantas siapa yang meremet-remet Pancasila menjadi trisila dan ekasila? Apa mungkin Sekjen PDI-P– Hasto Kristiyanto? Mungkin saja bro! Karena Hasto sangat bernafsu memasukkan khilafah-isme dan radikalisme ke dalam RUU HIP.

Mungkin dia perlu alibi untuk menutupi ulahnya memeras dasar negara. Tapi sayangnya, Hasto tidak paham akibat dari embel-embel isme pada khilafah. Padahal, jahil isme-nya Hasto itu cukup menyakitkan umat Islam. Dan Hasto (rupanya) kalah pintar dengan Menteri Agama (Menag) Fachrul Rozi.

Coba lihat Menag Fachrul! Diam-diam  sukses menghapus konten radikal-eksklusif di sekitar 155 buku pelajaran Islam: aqidah, akhlak, fikih, SKI, al-qu’an, hadis dan bahasa Arab. Loh, alasan Menag apa bro?

Menag bekas serdadu itu berdalih: penghapusan konten radikal dimaksudkan untuk membangun moderasi beragama sejak di bangku sekolah. Wow… moderasi Islam? Belajar agama dari mana bro! Apa itu lebel baru ajaran Islam. Lantas terminologi baku seperti jihad fi sabilillah, kafir, khilafah, amar ma’ruf nahi mungkar dan semacamnya itu, apa dianggap sudah out of date. Bukankah itu buah pikir kaum diabolisme-liberalisme-sekularisme yang, tujuan utamanya, untuk mereduksi dan menderadikalisasi Islam dan umatnya?

Itulah sebanya, FDMPB (Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa) menolak tegas moderasi Islam yang digulirkan Kemenag. “Jika moderasi dimaksudkan untuk mereduksi Islam dan/atau untuk deradikalisasi agama Islam dan umat Islam, kami dengan tegas menolak,” ujar Dr. Faqih Syarief, M.Si., Sekjen FDMPB saat membacakan poin pertama dari tujuh pernyataan sikap Forum Doktor Muslim, Ahad (26/7/2020), di kanal Youtube.

Atas perintah dan agenda siapa Menag melakukan moderasi, dan Hasto memberi embel-embel isme itu bro! Apa kira-kira ada campur-tangan kapitalis yang berkolaborasi dengan taipan komunis. Bisa jadi!

Ditegaskan Faqih, Islam adalah agama langit, agama wahyu. Berasal dari Dzat Yang Maha Esa, Maha Tunggal, Maha Kuasa, Pengasih dan Penyayang. Islam adalah way of life sekaligus problem solving bagi umat manusia. Ia pembawa kedamaian, adil (tegak di tengah atau seimbang), toleran (menghormati pemeluk agama lain), dan senantiasa menebar kebaikan ke seluruh alam semesta.

Nah, terkait upaya moderasi ajaran dan pemberian isme pada khilafah, bisa jadi pelakunya kesusupan agenda global islamofobia guna menghancurkan citra Islam. Atau, mungkin yang terbaru, mengekor sikap negara sekuler yang kecewa terhadap Hagia Sophia, legacy  Kemal Attaturk—penguasa sekuler pertama republik Turki (1923- 1935)—yang diubah statusnya oleh “Muadzin” penumbang sekularisme Turki, Racep Tayyip Erdogan, menjadi Masjid.

Jika benar itu tujuannya, maka Anda Menag dan Anda Hasto adalah bagian dari islamofobia Barat yang, selama ini, menggelorakan ghazwul-fikri dan ghazwuts-tsaqafi untuk mendiskreditkan Islam. Lalu menstigma sebagai sarang teroris, kelompok ekstrem-radkal, fondamentalis dan sebangsanya. Ujung-ujungnya, para ustadz, ulama dan/atau aktivis yang kritis menyuarakan kebenaran dan keadilan, dengan mudah dituduh sebagai kelompok radikal.

Berikutnya, pihak berwenang kemudian melakukan persekusi dan kriminalisasi. Ustadz Abu Bakar Ba’asyir misalnya, dengan cepat ditangkap lalu dipenjara karena diduga gembong teroris penebar bom. Padahal, menurut kuasa hukum Mahendradatta di TV ONE yang viral, tuduhan itu tidak pernah terbukti. “Perlu saya tegaskan di sini, ustadz Abu Bakar Ba’asyir tidak pernah terbukti di pengadilan. Sekali lagi, tidak pernah terbukti di pengadilan, tersangkut oleh perkara bom manapun,”kata Mahendra.

Begitu pula Habib Riziq Shihab. Imam Besar FPI (Front Pembela Islam) yang tegas dan tegar dalam memerangi kemungkaran dan kemaksiatan, justru dituduh radikal lalu difitnah dan kemudian diasingkan ke Saudi Arabia. Dan lucunya lagi, belum lama ini (Senin 27 Juli 2020), ada aksi unjuk rasa memperingati 24 tahun tragedi KUDATULI (Kerusuhan 27 Juli 1996) di depan gedung DPR/MPR, justru mencaci-maki dan menghina Habib Riziq. Apa hubungnnya bro?

Massa  yang menamakan diri Presidium Gerakan Jaga Indonesia (PGJI), yang terdiri beberapa elemen—satu di antaranya—adalah Seknas JOKOWI Jabodetabek itu, juga berusaha membakar baliho gambar/foto Habib Riziq tapi tak terbakar. Lalu, dengan penuh kebencian, gambar Habib berukuran besar itu dirobek dan diinjak beramai-ramai. Apa salah Habib Riziq dengan Kudatuli bro!

Meski aksi itu diduga telah mendapat restu Jokowi, apa salah Habib Riziq pada Kudatuli? Eyang Permadi saja yang dulu tokoh Kudatuli dan membenci Habib sebagai radikal fundamentalis, kini berubah 180 derajat. Permadi malah memuji Habib sebagai Sukarnois dan paham Pancasila. “Habib Riziq itu seorang Doktor dengan disertasi Pancasila,”ujar Permadi saat berbincang santai dengan Jaya Suprana.

Mungkinkah Habib sekelas Ketua PDI-P Dr. Ahmad Basarah? Lah, nanti dulu, kagak level bro!, kata budayawan-intelektual-politisi asal Madura—Djoko Edhi Abdurrahman. “Disertasi Ahmad Basarah itu Ngaco! Pancasila 1 Juni-nya Basarah sudah lenyap ditelan kasus PKI-nya HIP. Tak ada Pancasila 1 Juni 1945. Itu pidato Bung Karno. Wacana. Diskursus,”tulis kang Djoko. Apa ngaco-nya kira-kira seperti Kudatuli kang Djoko? Wallahu’alam!

Tapi, bisa jadi, ngamuknya Kudatuli yang dipimpin Boedi Djarat itu, lantaran video Habib Riziq yang viral belakangan ini, tidak mengakui Jokowi presiden. Kalau itu masalahnya, Putusan MA (Mahkamah Agung) RI No.44, justru membatalkan kemenangan Jokowi-Ma’ruf dalam Pilpres 2019. Dan mayoritas rakyat mempercayai putusan MA atas gugatan yang diajukan Rahmawati Sukaroputri dkk itu. Kenapa Kudatuli tidak mengepung saja gedung MA? Lha kok malah menghujat Habib Riziq pembawa khilafahisme (bikinan Hasto). Apa mereka juga terpapar virus Corona  bro?

Musim pandemi ini, bangsa kita sangat berharap Indonesia segera terbebas dari amukan Covid-19. Rakyat sudah muak dengan aksi-aksi islamofobia yang, justru memprovokasi pihak berwajib untuk mempersekusi dan mengkriminalisasi ulama, ustadz dan aktivis kritis lainnya. Tuduhan radikal, fondamentalis, teroris ISIS, khilafah HTI dst itu, tujuan utamanya hanya untuk memojokkan Islam. Sehingga, Menag pun punya alasan  melakukan moderasi pelajaran agama Islam.

Padahal, guru-guru sekolah di Barat sudah banyak yang tidak percaya “mainan” pembenci Islam itu. Joe Biden—Capres Partai Demokrat—misalnya, yang akan berlaga pada Pilpres AS November mendatang, justru meminta agar sekolah di Amerika mengajarkan lebih banyak mata pelajaran agama Islam. “Saya harap banyak sekolah di Amerika mengajarkan lebih banyak ajaran Islam.  Saya harap kami bisa berbicara mengenai semua agama, agama dengan pengakuan yang besar,”kata Biden sembil mengutip hadis Nabi tentang perlunya melawan kemungkaran—sebagaiman diberitakan Kumparan dari Fox, Selasa 21 Juli 2020 lalu.

Bukan hanya Joe Biden. Jauh sebelumnya, seorang ahli IT, Edward Snowden, lebih tegas lagi. Mantan teknisi computer Badan Keamanan Nasoinal Amerika Serikat—NSA (National Security Agency) itu, justru memperingatkan penduduk bumi untuk tidak percaya bahwa Islam di belakang aksi-aksi teroris. Semua itu bohong. “Itu semua konspirasi rekayasa,”tulis Edward yang viral di seluruh jagat raya.

Edward berhasil membocorkan sadapan besar-besaran terhadap jaringan telepon dan internet kepada dua media besar: The Guardian dan Washington Post tentang siapa dalang di balik aksi-aksi  teroris yang mengatasnamakan Islam. Menurutnya, semua itu konspirasi rekayasa yang diciptakan organisasi kapitalis yang tidak tersentuh hukum. Dan kekayaan anggota konspirasi organisasi itu setara ¾ penduduk bumi.

Tujuan utama konspirasi itu hanya untuk menghancurkan citra Islam di mata dunia. Mengapa? Sebab, tulis Edward, beberapa ajaran Islam dinilai sangat bertolak-belakang dengan kepentingan bisnis mereka. Salah satu contoh: ajaran Islam yang melarang minuman keras, perjudian dan prostitusi, itu dianggap sangat mengganggu bisnis khamer, prostitusi dan tempat perjudian mereka. Juga larangan riba,  mereka anggap sangat mengganggu bisnis kapitalis yang serba riba—menyedot uang dari si miskin—untuk memperkuat usahanya. Dan masih banyak lagi ajaran Islam yang mereka anggap menghalangi kemajuan usaha kotornya, terutama di sektor penjualan senjata.

Karena itu, masih kata Edward, mereka lalu membuat organisasi teroris semacam ISIS, dan menggiring opini dunia tentang permusuhan tiada henti antar pengikut paham atau mazhab dalam Islam. Dengan begitu, perhatian masyarakat dunia hanya tertuju pada citra Islam yang buruk dan hancur. Sedangkan bisnis mereka makin maju dan tidak terganggu. “Saya menghimbau seluruh penduduk bumi, jangan percaya konspirasi rekayasa mereka. Dan mayoriitas mereka itu tinggal di Barat—terutama di Amerika,” tulis Edward yang kemudian menjadi buron lalu meminta suaka ke Moscow.   (Bersambung)

Pendiri dan Penasehat PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyah) dan Pembina GERAK (Gerakan Rakyat Anti Komunis)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita