GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk mengawasi dan menyelidiki kebenaran alokasi dana sebesar Rp 2,7 triliun untuk 21 ribu Pondok Pesantren.
Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska), Adri Zulpianto menjelaskan bahwa Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin selalu membanggakan alokasi dana sebesar Rp 2,7 triliun untuk 21 ribu pesantren dalam rangka menghadapi Covid-19 di lingkungan pondok pesantren.
Hanya saja, Wakil Presiden Maruf Amin tidak pernah menjelaskan setiap pondok pesantren mendapat alokasi berapa rupiah dari dana tersebut.
“Semua seperti gelap kalau sudah bagi-bagi alokasi anggaran," ujar Adri Zulpianto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (14/8).
Alaska, kata Adri, mencoba menghitung anggaran yang diterima oleh setiap pondok pesantren. Jika alokasi sebesar Rp 2,7 triliun dibagi untuk 21 ribu pondok pesantren, maka setiap pondok pesantren diperkirakan akan mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 128.571.429.
"Alokasi anggaran sebesar Rp 128,5 juta hanya hitung hitungan kasar. Dan tidak mungkin juga, pemerintah secara ikhlas langsung memberikan anggaran sebesar Rp 128,5 juta ke pondok pesantren. Artinya, tidak mungkin setiap pondok pesantren mendapat sebesar Rp 128,5 juta," jelas Adri.
Anggaran sebesar Rp 128,5 juta untuk setiap pondok pesantren dianggap terlalu kecil dan minim. Hal tersebut pun memperlihatkan bahwa pemerintah atau Wapres Maruf Amin terlalu pelit hanya memberikan bantuan ratusan juta.
"Betul betul pemerintah tidak peduli kepada kaum santri. Padahal bantuan pemerintah buat BUMN sangat bermurah hati. Puluhan sampai ratusan triliunan diberikan cuma-cuma buat BUMN. Bantuan dalam bentuk Dana talangan yang tidak jelas payung hukumnya, pemerintah berani menyuntikan dana sebesar Rp 19,65 triliun bagi lima BUMN," kata Adri.
"Pemerintah lebih mengutamakan BUMN daripada pondok pesantren dan santri. Padahal yang namanya santri itu, jumlah sekitar 18 santri yang hanya dapat sebesar Rp 2,7 Triliun. Sedangkan PT Garuda Indonesia mendapat dana talangan sampai Rp 8,5 triliun," sambung Adri.
Dengan demikian, Alaska mendesak KPK untuk segera melakukan penyelidikan atas alokasi anggaran tersebut apakah benar setiap pondok pesantren menerima alokasi anggaran tersebut atau tidak.
"Tapi yang penting, kami dari Alaska, tidak percaya setiap pondok pesantren mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 128,5 juta. Kalau pondok pesantren tidak mendapat alokasi sebesar Rp 128,5 juta, maka aparat hukum seperti KPK harus melakukan penyelidikan atas alokasi anggaran tersebut," pungkasnya.[rmol]