GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus membuktikan kerja nyata atas pembentukan 23 satuan tugas (satgas) khusus pengawasan anggaran Pandemik Covid-19.
Pembentukan 15 satgas pencegahan dan 8 satgas penindakan tersebut menuai pertanyaan dan pesimistis masyarakat karena dianggap dalam kerja-kerja pencegahan dan penindakan KPK memang sudah ada satgas reguler sebagai tim task force.
"Jadi 23 satgas ini bukanlah suatu hal yang luar biasa dan kita memandang hanya ada tambahan tugas dengan tema 'pengawasan dana Covid-19'. Kemudian yang harus ditagih adalah bagaimana mekanisme kerja satgas yang harus berbuah kerja nyata," ujar Direktur Legal Culture Institute (LCI), M. Rizqi Azmi, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (19/8).
Menurut Azmi, tidak mudah bagi satgas khusus menilik satu persatu refocusing anggaran Kementerian/Lembaga untuk mengawasi pengelolaan bantuan dana yang mencapai Rp 695,2 triliun.
"KPK harus mengedepankan supervisi maksimal dengan menggandeng berbagai elemen selain Kementerian, seperti tokoh masyarakat, dan NGO yang mengakar di masyarakat. Namun hari ini civil society tersebut tidak merasa sentuhan koordinasi KPK. KPK masih dianggap eksklusif dan tidak jelas goal>/i>-nya seperti apa," kata Azmi.
LCI, kata Azmi, juga menyoroti soal pengaduan penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) hasil penggelontoran dana Covid-19 sejak Juni hingga Agustus sebanyak 300 pengaduan.
Hal yang paling disoroti LCI ialah dana bansos yang digelontorkan di tingkat Kabupaten/Kota/ dan Desa. Mulai dari data penerima bansos yang direkayasa sampai mark-up dana yang tidak seharusnya diterima dalam nominal yang dijanjikan dalam regulasi.
"Pemainnya sangat beragam mulai dari oknum birokrat sampai kepala dusun serta orang perorangan di tataran tokoh masyarakat. Pertanyaan mendasar apakah KPK sudah menyasar pada bagian grass root yang pemainnya beragam?. Sampai hari ini kita belum melihat action KPK," terang Azmi.
Tak hanya itu, Azmi mengaku sangat miris dengan adanya dana kesehatan yang diselewengkan oleh oknum rumah sakit demi mendapatkan gelontoran dana penanganan Covid-19.
"Terdapat laporan data pasien fiktif covid bahkan sampai dicatat pasien meninggal karena Covid-19 dalam pembukuan fiktif. Hal ini juga banyak dikeluhkan masyarakat dan ini perlu menjadi perhatian KPK dalam menelusuri penyimpangan dana darurat kesehatan," terang Azmi.
"Ini memang disinyalir setiap rumah sakit dikejar target dalam penyerapan anggaran yang selama ini dikeluhkan masih rendah oleh presiden. Jadi ada causa sebab akibat yang bisa menjadi mens rea penyalahgunaan anggaran tersebut. Hal ini terkonfirmasi dalam kasus Jerinx dan IDI yang harus didalami bukan dikriminalisasi," sambung Azmi.
Dengan demikian, Azmi mengaku berharap besar kepada pimpinan KPK untuk benar-benar memberikan bukti nyata dalam sikap yang tercermin dalam hasil-hasil pencegahan dan penindakan korupsi.
"Angka 23 satgas tersebut harus terbukti di lapangan, apalagi dana triliunan tersebut rentan diselewengkan menjelang Pilkada serentak Desember nanti. Setiap Cakada akan berlomba-lomba memetik hasil turunnya dana ke daerah sampai ke tingkat RT/RW dan mencitrakan bantuan tersebut sebagai perjuangannya," pungkasnya. [rmol]