Komisi VIII DPR: Terus Orang Miskin Nikah Sama Siapa, Pak Muhadjir?

Komisi VIII DPR: Terus Orang Miskin Nikah Sama Siapa, Pak Muhadjir?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Komisi VIII DPR RI menyayangkan pernyataan Menko PMK Muhadjir Effendy perihal penyebab munculnya keluarga miskin baru. Komisi VIII menilai pernyataan Muhadjir itu telah menyakiti perasaan masyarakat Indonesia yang saat ini sedang terpuruk.

"Ya jadi, menurut saya, itu sangat disayangkan seorang Menko berbicara seperti itu. Teorinya atau kesimpulannya dari mana? Atau sudah ada semacam penelitian secara serius atau belum?" kata Ketua Komisi VIII Yandri Susanto kepada wartawan, Selasa (4/8/2020).

Muhadjir sebelumnya menyebut keluarga miskin baru lahir karena pengantin pria dan wanitanya juga berasal dari keluarga miskin. Yandri tak sependapat dengan Muhadjir.

"Karena begini, di Indonesia ini banyak orang tuanya miskin, anaknya berhasil, banyak, ya kan. Ada orang dari kampung, yang selama ini terpinggirkan, termajinalkan, tapi, karena dia sungguh-sungguh sebagai anak orang miskin, mungkin bapaknya miskin, ibunya miskin, petani atau apa, banyak yang jadi orang sukses," sebut Yandri.

"Jadi, menurut saya, itu (pernyataan Muhadjir soal penyebab munculnya keluarga miskin baru) terlalu menyakitkan hati bagi kaum miskin di Indonesia. Dan sejatinya Menko nggak boleh ngomong begitu. Dia harus membesarkan hati orang untuk bangkit dari keterpurukan," imbunya.

Kalau pun benar keluarga miskin baru lahir karena pengantin pria dan wanitanya juga berlatar belakang keluarga miskin, Yandri mempertanyakan solusinya. "Terus orang miskin mau nikah sama siapa? Pak Menko mau carikan jodohnya?" tegas Yandri.

Pimpinan Komisi VIII dari Fraksi PAN itu menilai Muhadjir perlu menarik pernyataannya mengenai penyebab munculnya keluarga miskin baru. Yandri menyebut pernyataan itu justru menambah derita masyarakat Indonesia yang kini sedang terpuruk.

"Jadi, menurut saya, patut dicabut itu kata-kata itu, karena sungguh menyakitkan masyarakat yang hari ini memang sungguh luar biasa keterpurukannya, ditambah lagi dengan pernyataan itu," tuturnya.

Selain soal penyebab munculnya keluarga miskin baru, Muhadjir juga menyinggung mengenai jumlah keluarga miskin di Tanah Air. Yandri meyakini angka keluarga miskin bisa ditekan asal ada kemauan dari pemerintah.

Jadi pemerintah itu, kebijakan yang sungguh harus menyentuh supaya masyarakat bangkit. Yang saya katakan, misalkan, bagaimana mungkin Indonesia yang sangat subur, kaya raya dengan sumber daya alam, lahan pertanian yang sangat luas, kemudian tanaman bisa hidup, tapi sampai hari ini kan kita jagung masih impor, kedelai masih impor, susu masih impor, cangkul pun kita masih impor. Nah artinya kan belum ada kemauan dari pemerintah yang sangat serius," papar Yandri.

Lebih lanjut, Yandri menuturkan jumlah keluarga miskin bisa ditekan jika ada jaminan dari pemerintah mengenai keberlangsungan padat karya. Waketum PAN itu juga menekankan soal pengurangan impor.

"Coba kalau sekarang semua lahan itu digerakkan oleh pemerintah dengan padat karya. Lahannya ditanami oleh masyarakat tapi digaji masyarakatnya harian. Artinya, orang untuk menyambung hidup bisa, tapi nanti disuatu saat dia punya penghasilan yang sangat besar," terang Yandri.

"Nah, kebutuhan dalam negeri untuk makan ternak, kebutuhan konsumsi di dalam negeri atau mungkin untuk bisa ekspor, itu bisa kita lakukan. Tapi kalau selama mentalnya impor, impor dan impor, ya, maka kita seperti ayam mati di atas lumbung padi. Dan ini faktanya seperti itu hari ini," lanjut dia.

Selain itu, sambung Yandri, pemerintah juga harus mengimbangi kebijakan padat karya dengan politik anggaran yang tepat. Dia menekankan bahwa politik anggaran harus menyentuh ke sasarannya, yakni keluarga miskin.

"Jadi, menurut saya, banyak cara kalau mau. Tinggal pemerintah, kebijakannya diikuti dengan politik anggaran. Kalau kebijakannya bagus, tapi politik anggaran tidak menyentuh ke titik sasaran tadi (keluarga miskin), ya, tidak akan nyambung antara teori dengan praktik," pungkasnya.(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita